“Kemendag juga membuat ‘toll way’ karena kalau tidak dilakukan, hambatan ekspornya akan banyak. Misalnya, kalau kirim sepatu ke Uni Eropa kena pajak 9 persen, kalau kirim makanan kenapajak 20 persen,” jelas Zulhas.
Untuk dalam negeri, lanjut dia, Kemendag telah mengembangkan ekosistem dengan membangun kolaborasi empat pilar, yakni UMKM, lokapasar (marketplace), ritel modern, dan lembaga pembiayaan. Lokapasar dapat bersinergi dengan UMKM melalui serangkaian pelatihan oleh penyedia layanan lokapasar untuk UMKM.
Sedangkan ritel modern berperan memberikan akses kemitraan agar jangkauan produk UMKM dapat semakin luas, diantaranya diwujudkan melalui ritel-ritel modern yang memasok produk-produk UMKM lokal khas dari suatu daerah.Sedangkan, lembaga pembiayaan atau perbankan memberikan akses pembiayaan bagi UMKM.
“Marketplacedapat bekerja sama dengan UMKM dengan memberikan pelatihan, misalnya pemasaran digital dan kemasan. Keduanya saling membutuhkan marketplacemendapatkan penyuplai sedangkan UMKM pasar melalui marketplace. Sementara ritel modern akan mendapatkan suplai produk dari UMKM dan sebaliknya UMKM mendapatkan pasar melaluiritel modern. Berikutnya, perbankan penting sekali karena permasalahan utama UMKM adalah modal,” kata Zulhas.
Ia menambahkan, ekosistem ini harus dibangun untuk mengakselerasi perkembangan UMKM. Selain itu, diperlukan kerja sama semua pihak untuk melindungi UMKM.
“Kita sedang melakukan penataan e-commerce(niaga elektronik) untuk melindungi UMKM dan mengutamakan produk dalam negeri,” tandas Zulhas.
Untuk diketahui, ekonomi digital memiliki kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir (2018—2022). Bank Indonesia mencatat nilaitransaksi e-commercesepanjang 2022 mencapai Rp476,3 triliun, dan pada 2023 diperkirakan mencapai Rp533 triliun.***