JAKARTA – Kalau ini belum lama saya dengar, mungkin baru 2 atau 3 bulan lalu. Awalnya, Juni lalu Ade Armando menyebarkan rumor bahwa Ganjar Pranowo teken kontrak dengan Megawati, yang mengesankan bahwa kelak Ganjar akan disetir 100% kalau terpilih menjadi presiden.
Setelah ditelusuri, usut punya usut, hingga ke media yang pertama memberitakan, hasilnya dipastikan bahwa berita tersebut hanya berasal dari satu sumber saja, tanpa konfirmasi kepada pihak-pihak terkait layaknya sebuah berita yang baik dan berimbang.
Hingga akhirnya dapat disimpulkan, Ade Armando dapat rumornya dari seseorang yang ada di belakangnya, sengaja dibuat untuk mendeskreditkan Ganjar.
Memang betul pernah ada pertemuan di Batutulis, Bogor, antara Ganjar dengan Megawati, Puan Maharani (Ketua bidang Polhukam DPP PDI Perjuangan), Hasto Kristiyanto (Sekjen PDI Perjuangan), dan Olly Dondokambey (Bendahara Umum DPP PDI Perjuangan), kata sumber saya.
Dan benar ada perjanjian jika kelak Ganjar terpilih, maka jatah menteri untuk PDIP ditentukan oleh pimpinan PDIP, bukan oleh presiden. Kalau presiden menolak usulan PDIP, maka penggantinya dimintakan lagi ke PDIP karena itu sudah jadi jatahnya.
Menurut saya, itu lumrah belaka, sebagaimana jatah menteri untuk Nasdem saat ini ditentukan oleh pimpinan Nasdem, jatah menteri untuk Golkar juga ditentukan oleh pimpinan Golkar.
Kenapa PDIP harus membuat perjanjian khusus seperti itu? Konon, Ibu Mega pernah kecewa karena usulan jatah PDIP ditolak lalu diisi oleh orang lain yang bukan usulannya.
Tidak mau kejadian serupa terulang, maka Ganjar perlu membuat kontrak tersebut. Dan kontrak sejenis dengan PPP serta partai lain pengusung Ganjar juga pastinya akan dibuat sama. Itu bagian dari kontrak standar dengan partai koalisi.
Karena itu saya tidak kaget ketika di kemudian hari Ade Armando akhirnya berlabuh ke Prabowo.
Yang canggih adalah cipta kondisinya, dikasih rumor, teriak di medsos, terjadi ketegangan, lalu memisahkan diri, baru terakhir bergabung.