Oleh: Djohermansyah Djohan (Guru Besar IPDN, Dirjen Otda Kemendagri 2010-2014, pendiri i-Otda)
JAKARTA (otonominews.id) -Pemilu wahana suksesi pemimpin secara damai yang diselenggarakan oleh lembaga independen secara jujur dan adil.
Masalah muncul bila lembaga penyelenggara pemilu itu dikooptasi oleh penguasa dengan segenap antek-anteknya, sehingga mereka berpihak pada kepentingan rezim, tak lagi setia pada netralitas dan pemilu yang berintegritas.
Masalah bertambah menjadi kalau pemegang kuasa “bermain api”dengan menggunakan lembaga-lembaga negara sebagai alat politiknya. DPR didikte. Lembaga peradilan dikontrol. Lembaga telik sandi dipakai untuk bantu-bantu operasi pemenangan.
Terkait soal pembuatan kebijakan publik, jelang pemilu digelar dan jelang habisnya masa jabatan, tampak kasat mata “bersuluh matahari bergelanggang mata orang banyak”, lahirnya kebijakan aneh-aneh yang sarat dengan kepentingan politik raih suara (pragmatis) di dukung mayoritas wakil rakyat.
Apa tanda-tandanya? Pertama, kebijakan dibuat tanpa partisipasi publik secara bermakna (meaningful participation).