Lebih dari itu, Habib Syakur menilai Pemerintah harus berterimakasih kepada bapak Tomy Winata, yang telah mendedikasikan dirinya secara totalitas untuk bangsa dan negara, dengan menghimpun dana investasi dari luar negeri untuk kemajuan ekonomi bangsa.
“Jangan lagi ada propaganda seolah investasi dari China seakan-akan menjajah. Ini semua era keterbukaan. Semua bebas melihat secara transparan. Kalau nyata-nyata ingin menjajah Indonesia, siapa pun bisa protes dengan bukti nyata. Bukan sekedar bicara,” tegas Habib Syakur.
Menurut Habib Syakur, sekarang Indonesia sudah kuat berdiri dari kokoh dengan Bhinneka Tinggal Ika. Berbagai suku ras agama semua menyatu. Sebagaimana juga Bapak Tomy Winata yang mengabdikan diri untuk Nusa dan Bangsa. Harus dihargai dan kita hormati.
“Enggak gampang meraih kepercayaan dunia internasional untuk menanamkan investasi. Maka kita sebagai masyarakat Indonesia dan pemerintah harus menghargai perjuangan bapak Tomy Winata. Untuk Indonesia,” jelas Habib Syakur.
Ia pun mengingatkan bahwa ajaran agama itu mengharuskan kita untuk membangun berprasangka baik. Dan berbuat untuk kebaikan semua.
“Ekonomi ini ada yang nyatakan sulit, dan ada yang menyatakan biasa-biasa saja. Tapi kita tak boleh mengabaikan upaya upaya kelompok swasta yang seperti pak Tomy Winata, menghimpun investasi dari luar negeri di Rempang. Jangan lagi bicara perbedaan, kita satu Indoensia,” tambahnya.
Sebagai sebuah analisa, Habib Syakur menyebut alasan kenapa proyek Rempang Eco City bisa terjadi kesalahpahaman? Itu tidak lain karena pemerintah tak dekat dengan pemangku adat dan pemuka agama.
Maka itulah, lanjut Habib Syakur, seharusnya Presiden Jokowi turun langsung ke Rempang dan menyemangati warga masyarakat.
“Harusnya presiden tak hanya mikir cawe-cawe politik. Di sisi waktu yang ada ini, Jokowi harusnya turun langsung ke Rempang dan dialog langsung untuk menyemangati masyarakat. Gitu lho,” tuntas Habib Syakur.