LPEI atau Indonesian Eximbank memiliki dasar hukum UU Nomor 2 Tahun 2009 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang memfasilitasi pembiayaan ekspor, mendukung kegiatan ekspor hingga bimbingan serta jasa konsultasi terkait ekspor.
“Saya dengar ada keluhan dari pengusaha lokal merasa seperti dijebak oleh LPEI yang seharusnya mendorong ekspor nasional yang berdaya saing tinggi di pasar global. Jebakan itu berujung pada penguasaan aset yang dijaminkan lalu dibeli murah,” ujarnya menukil laporan jurnas.com pada Kamis, 25 Mei 2023.
Berdasarkan laporan keuangan LPEI, lembaga pelat merah ini membukukan rugi bersih sebesa Rp4,7 triliun pada periode 2019. Padahal pada 2018 LPEI masih mencatatkan laba sebesar Rp171,6 miliar.
Sepanjang 2019 terjadi penurunan pendapatan bunga dan usaha syariah bersih sebesar 33,45 persen menjadi Rp1,42 triliun, dibandingkan 2018 senilai Rp2,13 triliun.
Sementara itu beban pada pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan membengkak hampir 4 kali lipat.
Pada 2018 CKPN hanya Rp1,7 triliun, sementara pada 2019 menjadi Rp6,68 triliun.
Selain kerugian, LPEI juga mencatkan penurunan aset hampir 10 persen menjadi Rp108,7 triliun pada 2019, dibandingkan 2018 senilai Rp120,1 triliun.
Selain itu, LPEI juga mencatatkan peningkatan Non Performing Loan (NPL) Bruto sebesar 23,39 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan 2019 sebesar 13,73 persen.
Berdasarkan laporan keuangan LPEI pembiayaan dan piutang bermasalah dalam rupiah naik 53,04 persen menjadi Rp22,88 triliun, dari Rp14,95 triliun pada 2018.
Sektor perindustrian, pertanian dan sarana pertanian, serta pertambangan mencatatkan peningkatan NPL yang terbesar.
Pada pertengahan 2019, LPEI terkena dampak oleh gagal bayar dari Grup Duniatex dengan total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp3,04 triliun.