JAKARTA (otonominews.id) – ST Burhanuddin di awal pengangkatan sebagai Jaksa Agung, banyak yang meragukan kapasitasnya. Banyak pihak yang belum mengetahui rekam jejak sosok ST Burhanuddin berasal dari partai ataukah dari kalangan profesional.
Menanggapi situasi tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin menjawabnya dengan santai bahwa track record jabatan sebelumnya hanya sebatas Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM-Datun), yang lebih banyak bergelut dalam bidang bantuan hukum, legal opinion, legal assistant.
“Saat itu, saya diberikan kekuasaan dan kewenangan yang belum maksimal. Jabatan JAM-Datun saat itu memberikan pengalaman dalam posisi pencegahan dan penyelamatan serta pemulihan keuangan negara,” ujar Jaksa Agung.
Memasuki tahun pertama kepemimpinannya, Jaksa Agung lebih banyak melakukan konsolidasi internal atau perbaikan internal Kejaksaan, karena menurutnya perbaikan kinerja harus dimulai dari pihak kita sendiri, sebelum membenahi pihak luar.
“Tidak mungkin menangkap orang, sementara internal kami masih bobrok. Hal yang harus dibenahi adalah mindset dan perilaku Jaksa untuk membentuk karakter yang jujur. Moral Value yang harus dimiliki ialah Jaksa yang berintegritas,” ujar Jaksa Agung.
Tahun kedua kepemimpinan Jaksa Agung, Kejaksaan mulai mengungkap kasus-kasus besar. Pada pertengahan tahun 2021, kasus Asuransi Jiwasraya muncul dengan menimbulkan kerugian negara senilai Rp13 triliun. Tak hanya itu, perkara besar lain seperti Asabari menyusul dengan kerugian negara yang lebih besar yakni Rp26 triliun.
“Pada tahun-tahun pengungkapan perkara besar tersebut, kita semua dihadapkan dengan pandemi Covid-19. Penyidik Kejaksaan Agung tetap bekerja maksimal walau dengan risiko tinggi tertular virus Covid-19,” imbuh Jaksa Agung.
Pada tahun selanjutnya yakni 2022, Kejaksaan mulai menampakkan taring dengan menangkap koruptor-koruptor kelas kakap, seperti kasus minyak goreng, BUMN Garuda Indonesia, Waskita Karya, Tol Japek, BTS 4G, dan kasus-kasus lain. Kerugian negara yang berhasil ditangani dalam perkara-perkara tersebut mencapai Rp152 triliun lebih.
Dalam penanganannya, tidak sedikit pejabat negara dan pejabat pemerintahan setingkat menteri yang dilakukan pemeriksaan, sehingga membawa harapan baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam pembenahan Kejaksaan, Jaksa Agung ST Burhanuddin mendorong Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, yang hampir 16 tahun tidak dilakukan perubahan. Penerbitan Undang-Undang tersebut memperluas kewenangan serta tugas pokok Kejaksaan secara keseluruhan.