JAKARTA, (otonominews.id) – Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengadakan Rapat Kerja dengan Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia terkait dengan rencana perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Rapat kerja tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat DPD RI Lantai 2, Komplek DPD RI, Senayan, Jakarta pada 13 November 2023.
“Pengembangan koperasi merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ucap Fernando Sinaga, S.Th.
Lebih jauh Senator Provinsi Kalimantan Utara tersebut menyampaikan bahwa beberapa permasalahan yang menjadi fokus Komite IV DPD RI terkait dengan rencana Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah pertama, Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah berusia lebih dari 30 tahun dan perlu disesuaikan dengan kondisi terkini masyarakat.
Kedua, Eksistensi koperasi secara kuantitas cukup menggembirakan namun secara kualitas masih perlu mendapat perhatian serius. Berbagai permasalahan koperasi yang menjadi hambatan berkembangnya perlu diidentifikasi dan dicarikan alternatif solusinya.
Ketiga, Koperasi merupakan sektor yang memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, namun program pengembangan dan pembinaan belum dilakukan secara berkesinambungan sesuai karateristik dan masalah yang dihadapi.
Keempat, Koperasi mengalami berbagai persoalan salah satunya kerena minimnya kapasitas pengetahuan dan pengalaman sumber daya manusia manusia perkoperasian. Kelima, Munculnya pesaing Koperasi di bidang usaha sejenis yang datang dengan modal usaha yang lebih besar.
Ketua Komite IV DPD RI KH. Amang Syafruddin, LC., menyampaikan pendapat bahwa belum ada political will yang kuat dari pemerintah untuk mendukung kemajuan koperasi.
“Saya belum melihat ada keinginan yang besar pemerintah untuk menjadikan koperasi yang benar-benar menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat, oleh sebab itu perlu dipertanyakan bagaimana strategi pemerintah untuk menjadikan koperasi sebagai lembaga yang berperan penting meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini,” ucap Senator dari Provinsi Jawa Barat tersebut.
Sementara itu Novita Anakotta, S.H., M.H., Senator Provinsi Maluku menyampaikan bahwa pada dasarnya Komite IV DPD RI mendorong perubahan ketiga undang-undang Perkoperasian ini.
“DPD RI pada dasarnya mendukung Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Perkoperasian ini, namun ada beberapa pertanyaan terkait hal apa akan yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh berbagai koperasi di Indonesia, seperti koperasi-koperasi yang tidak berjalan sebagaimana fungsinya,” ucap Wakil Ketua Komite IV DPD RI tersebut.
Ir. Arif Rahman Hakim, M.S, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM dalam kesempatan Rapat Kerja itu menyampaikan bahwa ada hal-hal yang memerlukan kajian dan pertimbangan yang mendalam, yakni terkait dengan status Undang-Undang, apakah sebagai perubahan atau penggantian.
“Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) Angka 237 menyatakan bahwa bila perubahan terjadi pada sebagian besar pasal, maka statusnya adalah penggantian. Sedangkan RUU tentang Perkoperasian saat ini memuat sedikitnya 75% perubahan. Hal itu juga selaras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, terkait perintah perumusan UU pengganti,” ucap Ir. Arif Rahman Hakim, M.S.
Lebih jauh Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM itu menyampaikan bahwa UU ini telah diubah dua kali melalui UU Cipta Kerja dan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang menggunakan metode omnibus law. Di mana UU PPP Pasal 97A menyatakan bahwa UU omnibus law hanya dapat diubah dengan UU sejenis. Dilema di atas, mengakibatkan terjadinya perlambatan karena harus menunggu solusi dari Sekretariat Negara terkait dengan format RUU seperti penggantian atau perubahan. Sehingga kemudian setelah menimbang berbagai hal secara mendalam dan bijaksana, disepakati bahwa status RUU ini adalah perubahan ketiga terhadap UU No. 25 Tahun 1992.