Selain itu, menurunnya produksi bahan pangan akibat perubahan iklim menyebabkan sejumlah negara produsen untuk sementara menghentikan atau mengurangi volume ekspor, karena lebih memprioritaskan kebutuhan dalam negeri. Artinya, dengan pendekatan harga yang tinggi sekalipun tidak akan menggoyahkan negara produsen bahan pangan untuk menjual atau mengekspor produk mereka karena alasan memrioritaskan kebutuhan negara masing-masing.
Maka, ketika produksi beras dalam negeri – dan juga bahan pangan lain– belum dapat menutup total kebutuhan atau permintaan masyarakat, persoalan yang akan mengemuka di ruang publik adalah minimnya stok beras yang kemudian mendorong lonjakan harga. Potensi masalah seperti inilah yang patut diwaspadai dan dicermati olah para kandidat Capres-Cawapres. Potensi krisis pangan berskala global di tahun-tahun mendatang akan menjadi tantangan dan persoalan riel yang dihadapi banyak pemimpin negara, termasuk Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia, ketersediaan bahan pangan dalam volume dan jumlah yang memadai adalah keniscayaan. Data historis dan pengalaman pun mengajarkan dan mengingatkan bahwa produksi bahan pangan dalam negeri belum dapat memenuhi total kebutuhan dan permintaan masyarakat, sehingga kekurangannya harus di impor. Impor bahan pangan di tahun-tahun mendatang pun belum tentu lebih mudah karena ketidakpastian global terus tereskalasi.
Sekadar menyegarkan ingatan, untuk menutup permintaan dan kebutuhan masyarakat, Indonesia hingga kini masih harus impor belasan komoditi bahan pangan. Mulai dari beras, jagung, susu, minyak goreng nabati, mentega, kopi, kentang, kedelai, kakao, gula, gandum dan meslin hingga Cengkeh. Per 2022, nilai impor bahan pangan Indonesia dilaporkan mencapai 16,09 miliar dolar AS atau sekitar Rp 248,63 triliun. Nilai ini cukup memberi gambaran tentang tingginya ketergantungan Indonesia akan bahan pangan impor.
Maka, selain terus melakukan pendekatan impor untuk mengamankan ketersediaan bahan pangan di tahun-tahun mendatang, para kandidat Capres-Cawapres didorong untuk lebih bersungguh-sungguh mewujudkan program food estate. Potensi besar tanaman pangan yang sangat beragam di berbagai daerah jangan disia-siakan.
Untuk merespons persoalan dan tantangan ketersediaan bahan pangan yang semakin serius di tahun-tahun mendatang akibat perubahan iklim, pemimpin Indonesia hendaknya segera mengerahkan dan menggunakan semua daya dan potensi yang tersedia untuk segera mewujudkan program food estate.
*) Ketua MPR RI/Dosen Pascasarjana Universitas Borobudur, Universitas Pertahanan (UNHAN), Universitas Terbuta (UT) dan Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA)