Lebih Jujur
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay meminta agar KPU tidak menganggap sederhana persoalan kebocoran data pemilih dari website KPU.
Menurut Hadar, kabar kebocoran itu bisa memicu respons publik dan berimbas pada kepercayaan publik terhadap muruah lembaga, bahkan memunculkan persepsi negatif di mata publik.
“Memang kita jangan menganggap enteng bahwa satu hal itu berdiri sendiri. Jadi bisa merembet ke hal yang lain. Ini kan persoalan kepercayaan, persoalan persepsi,” ungkap Hadar.
Saat ini, tutur Hadar, publik tengah dilanda kekhawatiran terkait data mereka yang ada di server KPU dan lebih luas pada legitimasi hasil pemilu.
Hadar menilai, adanya anggapan kebocoran data bisa memengaruhi hasil pemilu adalah persepsi publik saat merespons kerentanan sistem KPU.
Kendati demikian, Hadar berpendapat, terlalu jauh untuk mengaitkan kebocoran data pemilih dengan rekayasa hasil pemilu.
“Bahwa data ini kemudian bisa dimanfaatkan ke suara, itu agak jauh. Kalaupun ada pemanfaatan, tetap ada sistem-sistem, benteng-benteng yang memagari suara yang diberikan. Tapi kalau persoalan persepsi orang, pemahaman orang, itu kan tidak semuanya tahu secara rinci,” terang Komisioner KPU periode 2012-2017 itu.
“Data suara kan belum ada, suara baru nanti terbentuk. Jadi tidak menyambung. Jadi jauh kalau toh ada sambungannya,” sambung Hadar.
Menurut Hadar, KPU tidak bisa lagi menjawab persoalan tersebut dengan normatif, melainkan harus bersikap terbuka dan memberikan penjelasan gamblang terhadap kejadian tersebut.
“Bagi saya, kejujuran itu menjadi penting, cepat, dan kemudian membuka sebetulnya apa yang terjadi, sehingga masyarakat semua akan paham. Keterbukaan itu penting, selain melibatkan banyak pemangku kepentingan lain di luar yang punya kompetensi, para akademi, ahli IT, profesional IT. Jadi jangan hanya mengandalkan lembaga negara, tapi terbukti (kebocoran data),” pungkas Hadar Gumay.