“Ketika praperadilan Pak BG, Pak Hadi Poernomo dikabulkan, maka penetapan tersangkanya menjadi gugur. Sehingga kemudian yang bersangkutan bebas dari masalah hukum,” ujar Suparji.
Suparji mengatakan, persoalan berikutnya adalah bagaimana pihak Firli Bahuri bisa meyakinkan hakim tunggal yang menangani gugatan praperadilan, bahwa ada kesalahan prosedur ataupun kesalahan tata cara dalam penetapan tersangka terhadap dirinya.
“Misalnya, tak ada unsur perbuatan melawan hukumnya, tak jelas melawan hukumnya yang mana. Kalau kemudian dianggap melawan hukum dalam hal misalnya penerima gratifikasi, suap atau pemerasan, tak cukup bukti yang kemudian mengindikasikan bukti apa yang bersangkutan melakukan perbuatan tersebut,” katanya.
Suparji menegaskan, meskipun ada potensi gugatan Praperadilan Firli dikabulkan, namun semua pihak harus mempercayakan hal itu kepada pembuktian di dalam persidangan.
“Terpenting, jangan gunakan hukum sebagai alat balas dendam ataupun alat politik. Karena kalau itu terjadi, maka hancurlah negara kita ini,” tukasnya.