“Saya setiap hari keluar masuk pasar-pasar di situ saya berdialog dengan para pedagang terutama pedagang perempuan, bagaimana mereka bisa survive,” kata Atikoh.
Atikoh menganggap kondisi pedagang perempuan pada zaman dulu masih relevan untuk dibahas saat ini. Dia menolak dengan tegas bahwa perempuan memiliki fungsi 3M, macak (merias), masak (memasak), manak (melahirkan).
“Enggak, tidak! Karena tahun 1998 sudah begitu perjuangannya. Kita harus banyak sekali dilakukan, salah satunya ibu di rumah menjadi madrasah anak pertama, di lingkungan pasti di sini banyak yang aktif di posyandu,” kata Atikoh.
Di sisi lain, lanjut Atikoh, pekerjaan yang harus diselesaikan perempuan secara kolektif ialah bagaimana berkontribusi untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga.
“Kita harus bisa mengedukasi juga bahwa perempuan itu harus disayangi, harus dilindungi, kita juga harus bisa bagaimana anak-anak saat mengakses internet itu terlindungi tidak menjadi korban bullying, tidak menjadi mangsa para predator,” jelas Atikoh.
Atikoh mengajak perempuan bisa bergandengan tangan untuk membangun bangsa dan negara tercinta ini. Menurut dia, kebersamaan ini harus dilanjutkan mengingat perjuangan perempuan masih panjang sekali.
“Dalam momen yang berbahagia ini saya ingin mengucapkan selamat Hari Raya ibu, untuk ibu-ibu yang luar biasa ini yang selalu penuh semangat untuk bisa memberikan yang terbaik bagi diri sendiri keluarga bangsa dan negara tercinta,” tegas Atikoh.
Kemeriahan kegiatan kampanye simpatik itu diisi juga dengan sesi foto bersama Atikoh dan belasan ribu perempuan Kota Solo itu.