“Kecanduan adalah sisi negatif dari dunia digital. Kita telah diperbudak oleh teknologi. Problem yang dihadapi anak-anak dan orang tua hari-hari ini adalah sindrom lupa waktu. Itu yang membuat kita menjadi tidak produktif. Di sinilah pentingnya literasi digital,”ujar Agus.
Pemerintah mendorong program literasi digital agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital secara bertanggung jawab. Salah satu hasil positif dari adanya literasi digital adalah tren turunnya jumlah hoax menjelang pemilu serentak 2024.
Agus Sudibyo berpendapat bahwa medsos adalah ruang publik bukan privat. Oleh karena itu, tambahnya, kita menggunakan standar etika publik saat ber-medsos. “Pesan moral buku ini, mari kita berpikir sebelum melakukan klik di dawai,”ujar Agus Sudibyo.
Dikatakan, melalui buku “Bernalar Sebelum Klik”, Agus Sudibyo ingin mendorong literasi digital secara kritis. Sebab, tambahnya, sejauh ini gerakan literasi digital lebih banyak menunjukkan sisi positifnya, seperti pemanfaatan untuk ekonomi kreatif dan pariwisata.
Dalam bukunya itu, Agus Sudibyo menyoroti secara kritis kebiasaan pengguna medsos menyimpan foto-foto pribadi di Facebook atau Instagram. Atau pemanfaatan layanan berbasis teknologi cloud. Intinya, dia mengingatkan adanya motif ekonomi bisnis di balik layanan platform digital tersebut.
Guru Besar Ilmu Komunikasi UNAIR Henri Subiakto mengatakan buku karya Agus Sudibyo layak menjadi panduan literasi digital khususnya individu. Dia menyarankan agar buku tersebut perlu dilanjutkan dengan buku literasi digital untuk komunitas dan negara. ***