Jakarta, otonominews.id – Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Dr. Nurul Nurhandjati menyebut jika para perempuan harus terus diberikan semangat untuk terus menggelorakan demi memajukan bangsa.
Apalagi, dia menilai jika peran perempuan bisa berkontribusi dibanyak hal, mulai dari partai politik maupun di masyatakat.
Nurul pun mengungkapkan apresiasinya terhadap istri calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti yang ikut bergerak ke masyarakat dengan safari politik ke sejumlah wilayah.
Di mana, sebelumnya Atikoh menyebut jika dirinya ‘belanja masalah’ yang ada di masyarakat soal kesehatan, stunting, ekonomi, pendidikan hingga peran perempuan dalam memajukan bangsa.
Nurul mengungkapkan itu saat mengisi dialog diskusi publik, dengan tema ‘Perempuan Jaga Demokrasi: Ibu (kembali) Bersuara Tegakkan Demokrasi’ di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023).
Diskusi itu di gelar oleh DPP PDIP dalam rangka memperingati Hari Ibu 2023. Tampak, ratusan perempuan kader dan simpatisan PDIP, aktivis perempuan Kawan Ganjar-Mahfud ’98 serta kelompok muda dan mahasiswi.
“Saat ini banyak kaum perempuan yang sudah bergerak seperti Mbak Puan, Mbak Siti Atikoh. Saya senang Mbak Atikoh sudah ikut berkecimpung, ikut bergerak bersama ibu-ibu,” kata Nurul.
Nurul juga menyebut, selain sebagai seorang akademisi, dirinya juga terjun ke masyarakat dengan bertemu majelis taqlim dan mengunjungi pondok pesantren.
Di sana, dia memberikan edukasi kepada para perempuan harus sehat, berwawasan dan berdaya. Kegiatan itu juga diketahui dilakukan oleh Siti Atikoh saat berkeliling ke pondok pesantren dan bertemu ibu-ibu Nahdiyin di berbagai daerah.
“Kalau sudah berwawasan, sudah sehat dan berdaya, kesetaraan dan keadilan itu pasti akan terjadi. Walaupun proses itu penting. Nah yang saya tekankan disini kita harus tetap harus bergerak,” tegas Nurul.
Nurul juga mengatakan, semua pergerakan perempuan dan kaum ibu telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, trus berkembang setelah kemerdekaan.
Kemudian, setelah Reformasi ada dan ternyata masih sampai saat ini masih belum sampai kepada 30 persen perempuan.
“Masih banyak kendalanya, kalau kita tidak bergerak bersama-sama akan ketidakadilan dan kesetaraan itu masih jauh sekali,” ungkapnya.
Dia juga menyebut, demokrais tidak hanya sekedar pemilu. Tetapi, demokrasi juga ada kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, ada keadilan bahwa tuanku adalah rakyat.