Jakarta – Sebagai salah satu bentuk hormat dan cinta pada leluhur, Trah Sultan Hamengkubuwono II berencana membuat film yang diangkat dari kisah hidup, dan perjuangan dari Sultan Sepuh atau
Sri Sultan Hamengkubuwono II (Sultan HB II). Selain film, Trah Sultan HB II bersama ARSA Pictures, juga akan mengadakan sarasehan nasional tentang kebudayaan, dan sejarah pada masa abad ke-18.
Kedua rencana kegiatan itu diadakan sebagai langkah dan upaya diplomasi, yang telah dilakukan kepada pihak Pemerintahan Inggris, supaya mengembalikan harta benda dan karya-karya bernilai sejarah tinggi milik dari Sultan HB II yang telah dirampas Inggris ketika Geger Sepehi 1812. Demikian pernyataan dari salah satu perwakilan keluarga Trah Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto kepada media, Sabtu (23/12).
Sarasehan kebudayaan dan sejarah lebih mengarah ke pembahasan manuskrip kuno yang berkhasanah Keraton Yogyakarta.
“Acara ini akan banyak membicarakan manuskrip kuno dan mengungkap sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta,” kata Bagoes Poetranto.
Sementara itu, untuk pembuatan film agar lebih membuka wawasan bagi generasi saat ini.
“Kami berharap melalui film dapat membuka cakrawala berpikir dari anak bangsa agar menghargai perjuangan para leluhurnya di masa lampau dalam mempertahankan Nusantara, khususnya tanah Jawa dari pendudukan bangsa penjajah,” kata Bagoes.
Pernyataan yang diungkapkan Bagoes disepakati Suharno, penulis skenario film The King of Nusa. Film ini, katanya, akan mengisahkan perjalanan hidup dan perjuangan Raja Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono II.
“Film The King of Nusa ini bergenre Science fiction, Adventure dan Historical akan menggunakan teknologi efek visual CGI (Computer Generated Imagery) 3D yang menurut Technical Directornya Iwangsa Yudianto akan menggunakan sekitar 100 orang ahli CGI. Film ini berkisah tentang pengkhianatan, cinta, dan perjuangan Sultan HB II yang memiliki jiwa nasionalisme anti terhadap penjajahan asing. Keberanian beliau akan kami tampilkan dalam cerita tersebut. Keberanian untuk menolak tunduk terhadap aturan yang diterapkan bangsa asing di Yogyakarta, beliau lakukan untuk melindungi rakyat, dan tanah Yogyakarta khususnya,” jelas Suharno yang memiliki nama pena Sabda Pewaris Nusantara & Surya Kelana.