Perjuangan Sinuhun Sultan HB II sebagai raja dan seorang tokoh anak bangsa yang berjiwa patriotisme, selalu konsisten dalam perjuangan menentang penjajahan kolonialisme. Selain itu, ia tiga kali naik turun tahta sebagai raja akan terlihat dalam film tersebut nanti. Ini dapat menjadi pemacu semangat dari kalangan generasi muda untuk rela membela kebenaran, dan mempertahankan hak yang telah dimiliki.
Ditegaskan Suharno lagi, film ini berbalur dengan kisah historiografi klasik dari Sri Sultan Hamengkubuwono II yang laik menjadi suri teladan, karena bukan hanya sekadar tontonan, namun film ini juga sekaligus memberikan tuntunan untuk generasi muda milenial, bahwa betapa pentingnya membekali diri sedini mungkin dengan jati diri, dan identitas kebangsaan yang jelas.
Sehingga, hal ini menjadi benteng pertahanan seni budaya dan tradisi yang nyata, dan mampu memberikan kontribusi di masa depan terhadap Indonesia di tengah serbuan kebudayaan hedonisme, dan neoliberalisme yang begitu dahsyat terjadi saat ini.
“Kita juga ingin misteri dari Serat Suryo Rojo dapat terungkap pula dalam film ini. Sebagai seorang raja, beliau telah menorehkan sejarah emas pemerintahannya dengan memberi arti atas keselamatan, kebahagiaan dan kehormatan bagi rakyat,” ujarnya.
Melalui Film The King Of Nusa, penonton akan kembali mengenang suatu peristiwa penyerbuan Keraton Yogyakarta yang dilakukan oleh Inggris pada 19-20 Juni 1812 untuk menggulingkan Sultan Hamengkubuwana II yang menolak bekerja sama. Nama sepehi berasal dari pasukan Sepoy yang dipekerjakan oleh Inggris untuk menyerang keraton. Penyerbuan ini melibatkan 1.200 prajurit Inggris, dan Sepoy, serta dibantu oleh 800 prajurit legiun.
Penyerangan tersebut mengakibatkan banyak keluarga Keraton Yogyakarta yang tewas, antara lain salah satu dari ketiga menantu Sultan, KRT Sumodiningrat, Panglima Pasukan Keraton dan Ratu Keraton. Saat pasukan Inggris berhasil mengepung kedhaton atau pusat keraton, Sultan Hamengkubuwana II ditangkap dengan berpakaian serba putih. Seluruh perhiasan di tubuh Sultan dan rombongannya dilucuti oleh pasukan Inggris.
Berdasarkan Babad Bedhah ing Yogyakarta, sebuah babad yang ditulis pada pertengahan Juni 1812 hingga pertengahan Mei 1816, penjarahan keraton berlangsung selama lebih dari empat hari. Babad ini menceritakan bagaimana arus barang jarahan terus mengalir tanpa henti menuju ke kediaman Residen yang diangkut menggunakan gerobak-gerobak yang ditarik sapi dan digotong portir.
Pasukan Inggris menjarah keraton, dan mengambil naskah-naskah yang tersimpan untuk dibawa ke Inggris. Jumlah naskah-naskah yang dibawa diperkirakan lebih dari 7500 buah. Naskah-naskah tersebut seperti daftar-daftar kepemilikan tanah, dan berbagai manuskrip.
Selain itu, perhiasan, keris, ribuan ton emas, perangkat alat musik di dalam keraton diangkut ke kediaman Residen menggunakan pedati, dan kuli-kuli panggul. Tidak hanya itu, uang perbendaharaan milik keraton juga dikuasai dan diambil oleh Raffles. Beberapa literatur menuliskan bahwa uang yang diambil adalah sebesar 500.000 Gulden.
Semuanya sampai saat ini, keberadaan masih ada di Inggris dan melalui Film The King of Nusa akan diungkap, di mana banyak rahasia besar terjadi, agar pemirsa dapat hikmah dalam memahami keadaan tanpa harus membenci kenyataan yang terjadi.