Juru masak bernama Nano itu kemudian menjelaskan, bahwa genthong terbuat dari tanah liat. Dan didalamnya ada batu untuk melindungi panas.
“Yang ditempel yang dilipat supaya gulanya ngga keluar, kena tangan,” ujar Nano kepada Atikoh.
Menurut Nano, dalam satu genthong bisa membakar 800 mino. Untuk sekali bakar memerlukan waktu kurang lebih 45 menit. Satu kotak mino biasanya berisikan 16 buah yang dapat dibeli dengan harga Rp10.000.
Melihat proses pembuatan Mino dari tahap ke tahap, Atikoh menyampaikan ada nilai edukasi terkandung di dalamnya yaitu untuk mendapatkan hasil mino yang baik harus melewati proses panjang dan kehati-hatian.
Tak hanya itu, kata Atikoh, tangan-tangan terampil para juru masak juga menentukan citra rasa mino yang lezat.
“Ini adalah wisata edukasi yang luar biasa menurut saya, jadi anak itu juga dididik untuk mengetahui bahwa yang terlihat tinggal diplok tinggal dimakan, itu ada proses produksinya, jadi setiap produk itu ada suatu prosesnya dan di setiap proses itu ada tenaga dan kemampuan,” tutur Atikoh.
Atikoh menambahkan proses pembuatan mino juga mengajarkan kepada anak-anak muda tentang bagaimana meningkatkan skill untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari sekaligus menjadi pengingat bahwa tidak ada proses yang instan.
“Ini edukasi yang luar biasa untuk anak-anak mereka dibekali _soft skill_ terkait bagaimana mereka harus survival ketika harus menyediakan makan sendiri ketika di rumah. Jadi anak tidak dididik untuk instan ya pak ya. Semua melalui proses, perjuangan, dan ini adalah _local wisdom_, ada nopia sama mino,” tutup Atikoh.