Seusai berbincang dengan Atikoh, Haris menuturkan bahwa kain Tapis sudah terkenal hingga mancanegara.
“Tenun ini sudah mendunia. Kita waktu itu di New York Fashion Week,” ungkap Haris.
Selain di Amerika Serikat, kata Haris, kain Tapis juga sudah dijajakan di benua Eropa hingga jazirah Arab, di antaranya Belanda dan Dubai.
“Netherland, itu di Bandara Netherland, dan museum tekstil Netherland sama di Dubai yang sudah ada pasarnya,” sambung Haris.
Untuk bisa mengerjakan sebuah kain Tapis berkualitas, Haris mengatakan perlu waktu yang cukup lama.
“Pengerjaan tenunnya cuma satu minggu, cuma yang lamanya itu dari sisi pewarnaan benangnya karena dari pewarna alami. Produksinya itu kalau dihitung sampai hasil jadi sama disulam hampir 20 hari,” jelas dia.
Namun, kerajinan tangan ini berbuah manis tatkala harga sebuah kain Tapis di pasar internasional dihargai tinggi.
“Untuk harga paling murahnya Rp3,5 juta sampe di angkat Rp7,5 juta,” ungkapnya.
Haris mengatakan, Atikoh fokus terhadap pengembangan UMKM yang ada di daerah. Ia mengaku mendapat pesan dari Atikoh agar tenun ini bisa terus digali dan dilestarikan ke generasi muda.
“Pesannya Bu Atikoh, ini terus digali lagi, dilestarikan lagi karena ini hasil 1905 transmigrasi Jawa ke Lampung. Inilah hasilnya,” tutup Haris.