Upacara peringatan peristiwa heroik 75 tahun silam itu berlangsung dengan khidmat dan lancar. Hadir dalam acara itu Dandim 0306/50 Kota, Kajari Payakumbuh, mewakili Polres 50 Kota, Polres Payakumbuh, seluruh anggota DPRD daerah pemilihan 5 Kabupaten Lima Puluh Kota, Sekretaris Daerah beserta para Kepala OPD dan berbagai elemen masyarakat.
“Kita berbahagia dan bangga, walaupun acara ini bersifat lokal, namun seluruh unsur Forkopimda hadir lengkap dan masyarakat juga sangat ramai menghadiri. Kita berharap acara ini mampu membangkitkan rasa kebanggaan dan nasionalisme kita sebagai warga negara sekaligus mengingatkan kita akan perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raganya buat bangsa dan negara ini,” tutur Bupati Safaruddin.
Terpisah salah seorang warga Pandam Gadang Awis (82 tahun) yang juga putra syuhada Syarif MP mengaku acara tabur bunga dan ziarah di makam para Syuhada peristiwa Titian Dalam tahun ini berlangsung dengan baik dan lebih meriah. Selain lebih ramai, acara juga dihadiri langsung oleh bupati.
Awis mengaku pada peristiwa 75 tahun silam itu ia menyaksikan langsung bapaknya Syarif MP terbunuh oleh tentara Belanda setelah sebelumnya Syarif MP berhasil membunuh salah seorang tentara penjajah tersebut.
Sebelumnya Wali Nagari Pandam Gadang Devi Surya senada mengakui acara kali ini lebih berkesan dari waktu-waktu sebelumnya. Selain ramai, juga dihadiri langsung bupati, Forkopimda dan seluruh OPD. Ia berharap Pemkab Lima Puluh Kota bisa membangunkan patung atau tugu di lokasi makam sembilan syuhada tersebut.
“Peristiwa ini mempunyai andil dan arti penting bagi keberlangsungan Republik ini. Kami berharap pihak pemerintah melanjutkan renovasi dan membangunkan tugu di lokasi makam,” pinta Devi sembari berharap perhatian pemerintah daerah terhadap anak cucu para syuhada Titian Dalam.
Dalam rangkaian acara tabur bunga dan ziarah makam itu juga menampilkan lintasan sejarah peristiwa terbunuhnya sembilan syuhada di Titian Dalam. Kesembilan pejuang, yakni Syarif MP, Engku Kayo Zakaria, Dirin, Nuin, Radian, Manus, Nyik Ali, Abas dan Mak Dirin.
Semuanya gugur ditembaki Belanda saat memberikan perlawan sengit dan melakukan pengerusakan jembatan untuk memperlambat mobilisasi pasukan Belanda ke Koto Tinggi yang bertujuan untuk melemahkan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. (Delfitra)