SITUBONDO, (otonominews.id) – Sebelum Indonesia merdeka, Belanda pernah mendirikan 6 pabrik gula di Kabupaten Situbondo. Alasan dari negeri penjajah, secara geografis Situbondo sangat cocok untuk tanaman tebu, bahan baku membuat gula.
Untuk itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendorong Pemerintah Kabupaten Situbondo mengoptimalkan pengelolaan tanaman pangan tersebut supaya Situbondo kembali menjadi sentra perkebunan tebu.
Selain berpotensi menggerakkan roda perekonomian, optimalisasi juga menjawab persoalan serius yang akan dihadapi pada 30 tahun mendatang yakni masalah pangan dan energi.
Hal itu disampaikan LaNyalla dalam Sarasehan dan Serap Aspirasi Masyarakat bersama Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Situbondo yang bertema “Otonomi Desa untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” di Pendopo Kabupaten Situbondo, Jumat (12/1/2024).
“Situbondo memiliki potensi yang bisa ditingkatkan di sektor perkebunan tebu, dengan daya dukung memadai serta sekitar 8.000 hektare lahan tebu. Secara geografis, Situbondo sangat tepat menjadi sentra perkebunan tebu. Itulah mengapa sebelum bangsa ini merdeka, Belanda mendirikan 6 pabrik gula di sini,” ujarnya.
Tetapi persoalan saat ini adalah kualitas dan kuantitas tebu rakyat di Indonesia yang terus menurun. Menurut Senator asal Jawa Timur itu, banyak faktor yang mempengaruhi.
Selain alih fungsi lahan yang terus terjadi, sehingga areal pertanian dan perkebunan berkurang, juga beberapa faktor lainnya yang bermuara kepada penurunan kualitas hasil pertanian dan perkebunan.
“Makanya selain perlu menjaga eksistensi pabrik gula yang ada, Pemkab seharusnya juga mengupayakan integrasi antara pertanian dengan perkebunan dan peternakan. Mengingat, lahan pertanian terus berkurang, sementara jumlah penduduk terus bertambah,” paparnya.
LaNyalla menyampaikan, dari sebuah studi diketahui, pada jaman Belanda, tahun 1930-an, total lahan tebu dengan luas 200 ribu hektare bisa menghasilkan gula 3 juta ton. Tetapi sekarang, dengan lahan yang lebih luas, dengan hitungan 500 ribu hektare se Indonesia, justru hanya menghasilkan gula 2,2 juta ton.
“Ini tentu persoalan serius dengan banyak aspek yang harus dilihat. Karena itu saya tekankan pentingnya orientasi para pemangku kebijakan di desa untuk memastikan penggunaan dana desa mendukung keunggulan kompetitif dan komparatif Situbondo dalam upayanya sebagai sentra perkebunan tebu,” tutur LaNyalla.
Ditegaskan oleh LaNyalla, membangun desa sebagai kekuatan ekonomi dan sentra penjaga kedaulatan pangan adalah orientasi penting bagi masa depan suatu negara. Karena krisis pangan dunia diperkirakan akan terjadi menjelang tahun 2040 hingga 2050 mendatang.
Saat itu, lanjutnya, Indonesia juga mengalami ledakan jumlah penduduk usia produktif, yang mencapai 70 persen populasi dari total penduduk di Indonesia. Bahkan Badan Pangan Dunia meramalkan akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebanyak 60 persen di tahun tersebut dibanding sekarang.