Menurut Ganjar, sebenarnya jika masyarakat diajak bicara secara mendalam, maka akan mengerti dan pada akhirnya relatif bisa memaklumi kebijakan itu dengan baik.
“Kalau mereka (masyarakat) diajak, maka mereka mengerti dan memaklumi, dan relatif kebijakan akan lebih baik. Apakah Semen Rembang, apakah Wadas, ternyata dari awal kita tidak bisa pungkiri saat itu sosialisasinya belum masif. Maka belum merepresentasikan seluruh yang ada,” tutur Ganjar.
Ganjar pun menyampaikan di masalah Wadas dan Semen Rembang, banyak yang menyoroti aspek lingkungannya saja. Padahal banyak juga sisi lain yang mestinya dilihat secara komprehensif.
Ganjar lantas menyampaikan cerita yang selama ini belum banyak diketahui, bagaimana ia menolak banyak usulan konsesi lahan pertambangan di sejumlah daerah di Jawa Tengah.
“Tahukah saudara bahwa saya pernah menolak pabrik semen baru yang diusulkan di sekitar Rembang, tambang di Pati, tambang Grobogan. Pasti yang seperti itu tidak pernah terpublish,” ujar Ganjar.
“Tahukah saudara ketika saya menolak semen di Kebumen pasti tidak pernah menjadi cerita. Dan tahukah kita bahwa kita menolak tambang emas di Wonogiri? Ini tidak menjadi cerita yang menjadi cerita bisanya yang ada konflik saja,” jelas Ganjar.
Ganjar lantas menyebut bahwa ketika ada konflik pun, maka ia sebagai Gubernur Jawa Tengah tak pernah cuci tangan atau menghindar.
“Kalau pun ada (konflik) tak boleh cuci tangan. Awalnya saya datangi Wadas dan Semen Rembang. Dan isunya sebetulnya tidak melulu lingkungan. Ketika yang “di-quoteā€¯ yang banyak lingkungannya, maka algoritma lingkungan yang keluar terus. Padahal tidak melulu begitu. Aspek bisnis, aspek sosial dan aspek politik juga ada di sana. Ternyata cukip kuat,” jelasnya.
Ganjar pun ingin membuat sebuah buku cerita tentang bagaimana menyelesaikan masalah dari masing-masing peristiwa itu. Semen Rembang yang dulu orang marah menolak, dan sekarang pun mungkin masih ada yang marah, dan itu boleh dilanjutkan sebagai hak warga.
“Maka dalam bisnis migas ada participating interest. Sehingga daerah itu boleh ikut mengola. Itu saya contek sehingga Semen Rembang ada 6 desa yang mereka punya saham dari perusahaan itu. Tapi karena perusahaannya sudah go public, maka dibuatkan anak perusahaan yang menjadi supply chain di pabrik itu dan itu sahamnya dibagikan kepada 6 desa itu. Tentu tidak posisinya saham mayoritas. Itulah cara saya mencoba mengajak masyarakat sekitar bisa mendapatkan mafaat,” tuntas Ganjar.