Hanya saja, dengan status saat ini sebagai Hutan Lindung, pengembangan kawasan tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, Tahura Bung Hatta harus benar-benar berstatus Taman Hutan Raya.
“Untuk saat ini, Tahura Bung Hatta itu namanya saja yang Tahura, tapi statusnya sebenarnya bukan Tahura, melainkan masih Hutan Lindung. Kalau sudah jadi Tahura, itu sudah ada donatur yang bersedia untuk membangun masjid di sana. Nanti kita bisa kembangkan fasilitas publik lainnya di sana, termasuk mendorong realisasi rencana pembangunan Fly Over Sitinjau Lauik yang juga melewati Tahura Bung Hatta,” ucap Mahyeldi.
Di samping itu, Gubernur melihat saat ini pemanfaatan kawasan Tahura Bung Hatta tidak cukup terkendali. Terlihat dari berdirinya beberapa warung, rumah, hingga tempat usaha pencucian mobil di kawasan tersebut. “Kita juga nanti akan mengusulkan pengembangan luas kawasan ini sampai ke Kabupaten Solok,” ujar Mahyeldi lagi.
Menanggapi penyampaian Gubernur Sumbar, Dirjen KSDAE KLHK, Satyawan Pudyatmoko menerangkan bahwa memang Tahura Bung Hatta saat ini berstatus sebagai Hutan Lindung, sejak ditetapkan pada tahun 1986 seluas 240 hektare (ha) melalui Keputusan Presiden. Namun saat itu untuk penamaan objek kawasan, memang sengaja digunakan nama Tahura.
“Untuk Tahura, kewenangannya sebenarnya ada di kabupaten/kota, tapi kalau Tahura itu terbentang di dua atau lebih kabupaten/kota, maka itu menjadi kewenangan provinsi,” ucap Satyawan, didampingi Direktur Perencanaan Konservasi KSDAE KLHK, Ahmad Munawir, dan Plt Kepala BKSDA Sumbar, Lugi Hartanto.
“Terkait permintaan ini, akan segera kita tindak lanjuti ke pihak-pihak terkait. Jika persyaratannya sudah lengkap dari provinsi, maka penetapan status Tahura untuk Hutan Lindung Tahura Bung Hatta ini insyaAllah bisa kita proses dengan cepat,” ucapnya lagi. (Rds/adpsb)