Persoalan tentang Subsidi Pupuk juga diutarakan Pengurus Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Ronnie S Natawidjaja. Dalam hal ini ia menyarankan agar agen-agen pupuk atau sarana produksi pertanian bisa dimanfaatkan untuk membantu mendata kebutuhan pupuk bersubsidi di suatu wilayah.
Menurutnya, agen pupuk atau sarana produksi pertanian lebih mengetahui kebutuhan dan waktu tanam petani daripada penyuluh pertanian.
“Agen pupuk atau penjual pupuk bisa memberikan masukan atau bantuan kepada pemerintah dalam menentukan alokasi pupuk bersubsidi. Mereka sudah punya data dan informasi yang akurat tentang petani yang menjadi langganan mereka. Ini bisa mempermudah pekerjaan penyuluh pertanian,” ujarnya.
Ronnie juga mengingatkan Indonesia memiliki tanah yang sangat subur, sehingga penggunaan pupuk kimia yang bersubsidi harus disesuaikan dengan kondisi tanah.
Karena itu, ia meminta pemerintah lebih menggalakkan penggunaan pupuk organik yang lebih ramah lingkungan dan mendukung kemandirian petani.
Adapun Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, Otong Wiranta, mengeluhkan bahwa distribusi pupuk bersubsidi masih sering bermasalah. Hal ini tak lepas dari sistem yang diberlakukan pemerintah terlalu sering berubah-ubah, sehingga membuat petani bingung.
“Kami sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi. Kadang-kadang alokasi pupuk tidak sesuai dengan data yang ada. Ini karena sistem yang diterapkan pemerintah sering berubah-ubah. Kami berharap ada sistem yang lebih jelas dan konsisten,” keluh Otong.
Adapun Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung, Dr. Rini Handayani, M.Si, mengungkapkan bahwa pemerintah perlu memprioritaskan pupuk organik sebagai pilihan kebijakan.
Menurutnya, pupuk organik akan sangat berdampak positif bagi lingkungan dan mendukung kemandirian petani dalam jangka panjang.
“Pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi polusi, dan menghemat biaya produksi. Pupuk organik juga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan. Sayangnya, pemerintah belum memberikan dukungan yang cukup bagi pengembangan pupuk organik, bahkan mencabut subsidinya,” papar Rini.
Sementara itu, salah satu perwakilan petani, Surya, mengeluhkan bahwa harga jual produk pertanian pangan yang fluktuatif dan cenderung terlalu rendah. Ia mengatakan bahwa hal ini mempengaruhi porsi keuntungan yang didapatkan oleh petani.
“Kami sebagai petani merasa tidak diuntungkan dengan harga jual produk pertanian yang tidak stabil. Kadang-kadang harga terlalu rendah, sehingga kami rugi. Padahal, kami sudah mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk, benih, dan lain-lain. Kami berharap ada kebijakan yang dapat menjamin harga konsumen dan penyerapan produk pertanian, sehingga kami dapat sejahtera,” ungkap Surya.