Artinya, kata LaNyalla, dengan membangun sekitar 15 unit pabrik di sentra produksi garam, maka akan dihasilkan sekitar 600 ribu ton garam rakyat yang sudah naik kelas menjadi garam konsumsi dan industri. Angka tersebut tentu saja mampu mengurangi kebutuhan impor untuk industri aneka pangan.
“Di sini seharusnya pemerintah hadir secara aktif. Mulai dari pemerintah pusat, provinsi, daerah, hingga desa. Semua bersinergi untuk memaksimalkan keunggulan Komparatif menjadi keunggulan kompetitif,” tutur LaNyalla.
Apalagi jika pabrik pengolahan garam tersebut bisa didirikan atas kerja sama BUMD dan BUMDes. Sinergi yang luar biasa, untuk memberikan keuntungan kepada daerah sendiri.
Skema kedua menurut LaNyalla adalah dengan teknologi pemanfaatan limbah larutan garam jenuh dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang masih beroperasi hingga saat ini. “Selama ini limbah tersebut hanya dibuang ke laut. Dengan teknologi, limbah tersebut bisa diolah menjadi garam dengan kadar NaCL tinggi untuk kebutuhan industri non-pangan seperti petrokimia, pabrik kaca dan kertas,” ulasnya.
Diakui LaNyalla jika teknologi ini memang lebih mahal investasinya. Tetapi sudah mulai dicoba untuk keperluan riset di salah satu PLTU di Banten dengan kapasitas produksi 100 ribu ton garam industri per tahun.
Menurut LaNyalla, hal ini penting disampaikan, karena negara-negara di dunia sedang menyiapkan diri untuk memperkuat kedaulatan pangan mereka. “Bahkan mereka sudah menggunakan pendekatan Bioteknologi dan intensifikasi lahan, untuk menghasilkan pasokan pangan yang mencukupi,” kata LaNyalla.
Meski memiliki potensi yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, LaNyalla menyebut pemerintah lebih memilih jalan pintas untuk impor bahan kebutuhan pangan dan sembako. LaNyalla mensinyalir, hal ini ditempuh lantaran adanya segelintir orang yang diuntungkan sebagai importir produk konsumsi, termasuk importir garam.
Untuk memperbaiki hal itu, LaNyalla menawarkan peta jalan untuk lebih
memperkuat kedaulatan bangsa dan negara kita, baik kedaulatan di sektor pangan, maupun kedaulatan di sektor pengelolaan sumber daya alam lainnya. Caranya dengan menerapkan kembali secara utuh asas dan sistem bernegara yang sesuai dengan falsafah dasar bangsa dan negara ini, yaitu Pancasila yang telah ditinggalkan sejak amandemen konstitusi tahun 1999-2002.
“Makanya saya mengajak kepada seluruh stakeholder bangsa, termasuk kepala desa di Kabupaten Pamekasan, untuk bersatu membangun konsensus secara nasional agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli, untuk selanjutnya disempurnakan dengan teknik adendum,” tukasnya.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Pengamat Ekonomi-Politik Ichsanuddin Noorsy dan pegiat konstitusi, dr Zulkifli S Ekomei. Hadir pada kesempatan tersebut Pj Bupati Pamekasan Masrukin, Ketua Persatuan Kepala Desa (Perkasa) Kabupaten Pamekasan, Farid Afandi dan sejumlah kepala desa lainnya di Kabupaten Pamekasan.