Ada beberapa daerah yang sudah berinovasi memberikan kontribusi terhadap pencapaian transisi energi di antaranya adalah Provinsi DKI Jakarta melakukan inovasi untuk menurunkan emisi karbon dengan kebijakan transportasi umum listrik yang terintegrasi, bus listrik, Transjakarta, Jaklingko, MRT, LRT, dan KRL Commuterline.
Sementara Provinsi Jawa Tengah telah memiliki 2.353 desa mandiri energi dari total 8.500-an desa/kelurahan. Berbagai pemanfaatan energi terbarukan di Jawa Tengah terdiri dari pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, sampah, serta pemanfaatan energi nonlistrik seperti biodiesel, biogas, biomasa, dan gas rawa (biogenic shallow gas), serta Plant RDF Pengolahan Sampah di Kabupaten Cilacap dengan kapasitas sampah 120 ton/hari.
“Saat ini, kita memiliki lompatan baru dengan teknologi RDF (Refused Derived Fuel) dengan mengolah sampah menjadi biomassa, selanjutnya sebagai co-firing batu bara di Plant Industri Semen dan Plant PLTU,” ungkap Restuardy.
Pemerintah daerah saat ini masih menghadapi beberapa tantangan dalam mendukung pencapaian program transisi energi. Sesuai dengan Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan urusan di Bidang ESDM termasuk subbidang EBT hanya dibagi antara pusat dan daerah provinsi.
Dalam pelaksanaannya, dukungan daerah terhadap transisi energi belum optimal, mengingat keterbatasan anggaran daerah provinsi untuk membiayai pengembangan energi terbarukan di seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi; serta apabila memperhatikan prinsip pembagian urusan, secara garis besar pengembangan EBT perlu juga (dibuka ruang) melibatkan daerah kabupaten/kota.
Selain itu, mayoritas Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di Indonesia seluruhnya dimiliki oleh negara melalui Badan Usaha Milik Negara (PT. PLN Persero). Sepenuhnya PLN sebagai satu satunya lembaga yang melakukan kegiatan hulu hingga hilir dalam mendistribusikan dan menjual listrik ke konsumen akhir (masyarakat).
Untuk mencapai target transisi energi, perlu peran semua pihak di dalamnya. Perlu ada pertimbangan untuk memperkuat kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di Bidang ESDM subbidang EBT pada daerah kabupaten/kota.
Selain itu, perlu adanya wacana penggunaan dana daerah yang bersumber dari dana bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) di sektor mineral dan batubara, panas bumi, minyak dan gas bumi serta bonus produksi yang berasal dari hasil kegiatan panas bumi yang diorientasikan untuk pembangunan sektor energi, khususnya energi terbarukan.
Pemerintah daerah perlu merencanakan pembangunan jangka menengah dan jangka panjangnya dengan mengakomodir aspek perubahan struktur ekonomi yang bersumber pada sektor pertambangan ke sektor lain sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah seperti sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, dan sebagainya, ujarnya.