“Bahwa tidaklah etis seorang pemimpin menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu pasangan kandidat melalui indikasi penggunaan bansos maupun aparat negara, karena akan berefek Pemilu yang illegitimate dan tidak mendapatkan kepercayaan publik, serta berpotensi menghancurkan demokrasi,” ungkap Airlangga.
Selain itu, akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mengungkapkan, Mahfud MD memberi contoh apa yang dilakukannya, seharusnya ditiru oleh para elite lainnya. “Berkompetisi secara fair dan tidak menggantungkan diri pada fasilitas negara,” tegasnya.
Mahfud MD, lanjut Airlangga, hendak menunjukkan posisi dirinya yang menolak kecenderungan hipokrisi atau kemunafikan dari kekuasaan yang tampil dalam kabinet saat ini.
“Hal ini menunjukkan bahwa dirinya berpisah dengan tendensi tersebut, serta akan bertarung dalam Pilpres dalam posisi yang all out berhadap-hadapan dengan paslon yang cenderung didukung oleh negara yakni pasangan 02,” kata Airlangga.
Ia memprediksi, bahwa sikap Mahfud itu pada akhirnya akan menjadi sebuah gelombang gerakan di kabinet. Ia menduga langkah Mahfud akan diikuti oleh para menteri kabinet lainnya yang tidak tahan dengan kondisi pemerintahan yang tak menghargai etika.
“Sepertinya langkah ini akan juga diikuti oleh para menteri yang selama ini memendam kegusaran yang sama dengan situasi di istana seperti Prof Mahfud,” pungkasnya.