Sukses Menangkan Capres 5 Kali Berturut-turut, Denny JA Dianugerahi The Legend Award 

Denny JA
Denny JA dianugerahi penghargaan The Legend Award oleh LEPRID.
120x600
a

JAKARTA, Otonominews.id – Sebagai konsultan politik, Denny JA sudah menorehkan prestasi puncak yang tak pernah terjadi di dunia. Yaitu, sukses lima kali berturut-turut mengantarkan calon presiden () Republik Indonesia yang diusungnya sebagai pemenang di ajang pemilihan presiden () di negaranya. 

Atas prestasi dan pencapaiannya tersebut, Denny JA pun dianugerahi The Legend Award dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID).

Sebagaimana diketahui, sebagai konsultan politik, Denny JA telah berhasil ikut memenangkan presiden yang diusungnya di lima Pilpres terakhir, yakni Pilpres 2004, 2009, 2014, 2019, dan

“Jika satu presiden terjadi setiap lima tahun, itu artinya Denny JA sudah malang melintang lebih dari dua puluh tahun dalam pemilu presiden dan selalu menang,” kata Ketua Umum dan Pendiri LEPRID, Paulus Pangka, Senin (19/2/2024).

“Dan dia berhasil memenangkan Capres yang diusungnya dalam lima Pilpres berturut-turut. Atas prestasinya tersebut, Denny JA layak menerima predikat The Legend,” tambah Paulus Pangka.

Sementara itu, Denny JA merespon penghargaan itu dengan mengungkapkan gagasan besar di balik kemampuannya memenangkan lima kali pemilu presiden berturut-turut tersebut. Katanya, ini karena ia menjadikan riset sebagai basis strategi politik.

“Ada gagasan yang jauh lebih besar. Yaitu datangnya politik baru ke Indonesia. Politik 2.0. Itu gabungan dari politik demokrasi yang dikawinkan dengan ilmu pengetahuan,” kata Denny JA saat menerima The Legend Award dari LEPRID tersebut.

Politik baru ini, lanjut dia, membawa pesan kepada siapapun yang ingin menjadi pemimpin di era demokrasi. Apalagi jika ia ingin menjadi presiden. 

Pertama, pahami perilaku pemilih. Pahami demografi pemilih. Menangkan the heart and the mind of people. Dengarkan suara rakyat.

Lihat Juga :  Undang Tiga Capres, DPD Uji Visi Hubungan Pusat-Daerah dan Sistem Tata Negara

Bukan hanya suara elit, pengusaha, aktivis, kelompok atau kepentingan. Tapi suara 204 juta pemilih dari Aceh sampai Papua perlu dimengerti.

Suara satu petani di Aceh sama dengan suara satu profesor di Jakarta. Suara satu buruh di Papua senilai dengan suara seorang aktivis di Yogyakarta.

Bahkan suara mereka yang tak tamat SD, tamat SD, tak tamat SMP, tak tamat SMP, itu 60 persen dari total populasi pemilih. Sementara suara kalangan terpelajar: mhs, yg tamat D1, D2, S1, S3 hanya 10 persen saja.

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

f j