JAKARTA, otonominews.id – Dalam rangka mendukung kelompok perempuan dan generasi muda dalam mengelola Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat dukungan pemerintah daerah, kelembagaan, dan usaha kelompok perempuan pengelola KUPS, telah dilaksanakan lokakarya pengarusutamaan gender, generasi muda dan kelompok rentan dalam perhutanan sosial dengan tema “Mewujudkan Penghidupan Berkelanjutan untuk KUPS Perempuan, Generasi Muda dan Kelompok Rentan bagi Kelestarian Hutan”, beberapa waktu lalu di Hotel Oria Jakarta.
Lokakarya yang terselenggara atas kerja sama mitra lokal pembangunan (PUPUK dan Penabulu) dengan Ditjen Bina Bangda Kemendagri melalui dukungan Ford Foundation Indonesia tersebut dibuka oleh Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Gunawan Eko Movianto serta dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian LHK, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Desa PDTT, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) wilayah Jawa, Sulawesi, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan NTT, pelaku usaha, akademisi, serta sejumlah KUPS dari Provinsi Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan NTT.
Pada sambutannya, Gunawan menjelaskan bahwa tingkat partisipasi kelompok rentan seperti kelompok perempuan, anak muda, dan kelompok difabel dalam pengelolaan perhutanan sosial masih terbatas, meskipun target capaian perhutanan sosial terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.
“Pelaksanaan kegiatan di tingkat tapak didominasi oleh orang tua yang memiliki usia rata-rata 57 tahun. Menurut data dari Katadata Insight Center, dari 103 KUPS pada 2020, hanya sekitar 5 kelompok (5%) yang anggota dan pengurusnya didominasi oleh perempuan, sedangkan yang anggota dan pengurusnya setara antara laki-laki dan perempuan tidak lebih dari 1 kelompok (1%). Selebihnya, 97 kelompok (94%) merupakan kelompok yang anggota dan pengurusnya didominasi laki-laki,” jelas Gunawan, dalam keteranganya yang diterima redaksi, Jumat (8/3).
KUPS Melati Craft Sejahtera dari Batang dan KUPS Luri Manjak dari Sumba Timur menyampaikan capaian, peluang, dan tantangan yang dihadapi. KUPS Melati Craft Sejahtera memproduksi kerajinan dari limbah hutan. Produk yang dihasilkan antara lain: tatakan gelas, rak buku, dan barang guna lainnya yang terbuat dari kayu. Anggota terdiri dari 20 orang dan sebagian besar anggotanya adalah perempuan. Anggota laki-laki berperan dalam produksi, sedangkan anggota perempuan berperan dalam pencarian bahan baku dan pemasaran.
KUPS Luri Manjak bergerak di bidang penanaman dan pengelolaan kopi, kelapa, dan kemiri. Pemasaran masih untuk produk primer (buah mentah) pada pasar lokal. Dari kedua KUPS masih ditemukan kendala dari sisi bahan baku yang tidak selalu tersedia, masih kurangnya SDM, dan kurangnya pendampingan. Kondisi tersebut dapat diminimalisasi dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat untuk kemajuan KUPS melalui fasilitasi KUPS dalam mengembangkan produknya dan penyusunan Pokja.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial Ditjen PSKL KLHK menyampaikan terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk peningkatan program perhutanan sosial, yaitu dengan penguatan kelembagaan, peningkatan usaha, kerja sama, media, serta kesinambungan antara KUPS dalam mensuplai kebutuhan pasar, dan kearifan lokal produk. “Untuk peningkatan usaha, perlu adanya peningkatan olahan turunan dari hasil-hasil perhutanan sosial yang selama ini hanya menjual hasil hutan secara mentah” sambungnya.