Untuk mendukung pernyataannya (Sabtu, 9 Maret 2024) Hasto mengaku telah bicara dengan para pakar teknologi informasi soal adanya anomali pada hitungan Sirekap waktu itu. Persisnya dia bilang begini:
“Kami bertemu dengan pakar IT, tidak hanya terkait dengan KPU, (tapi) ada kekuatan besar di belakang KPU yang kemudian menggunakan Sirekap untuk merancang suatu desain melalui quick count yang di-intercept.”
Wuih, dahsyat sekali. Walau tak dijelaskan siapa “kekuatan besar itu” yang telah meng-intercept KPU. Ini seperti khayalan atau imajinasi anak SD yang kalah main kelereng lalu menyalahkan bunyi klakson truk yang telah mengagetkannya sehingga sentilannya malah merugikan dirinya sendiri.
Malah Hasto dengan serampangan menuduh PSI sebagai pihak yang diuntungkan dengan “ulah kekuatan besar” itu. Padahal lewat beberapa podcastnya Grace Natalie sudah menjelaskan bahwa perhitungan resmi KPU sedang berjalan. Dan Sirekap merupakan mekanisme pelengkap (tidak wajib) yang diselenggarakan oleh KPU untuk membantu, sebagai data pembanding.
Sirekap ini adalah sistem baru yang sayangnya banyak kekeliruan dalam membaca data faktual. Sehingga menimbulkan banyak salah persepsi.
Mengenai ini KPU sendiri sudah mengakuinya, tapi sayang parpol yang mestinya bisa memahami dan menjelaskan ke publik malah ikut-ikutan memperkeruh keadaan. Maka KPU-pun mengambil langkah menyetop penayangan grafis Sirekap.
Deddy Sitorus dan Hasto Kristiyanto adalah dua petinggi dari parpol besar, tapi sayang tidak punya ketinggian cara pandang dan kebesaran hati untuk menjernihkan persoalan kepada masyarakat.
Siapa pun yang cermat mengikuti langkah politik Jokowi bisa dengan jujur melihat upayanya membangun koalisi besar adalah untuk membawa Indonesia lepas dari jebakan “middle-income trap”.
Persatuan Indonesia, adalah “conditio sine qua non” untuk memanfaatkan bonus demografi menjelang era keemasan di tahun 2045. [***]