JAKARTA, otonominews.id – Pemberlakuan UU 11/2021 yang menekankan status Jaksa sebagai aparatur sipil negara yang memiliki kekhususan karena tugas dan kewenangannya dalam sistem peradilan berdampak pada pada perlunya perubahan Peraturan Pemerintah tentang sistem kepegawaian jaksa yang disesuaikan dengan posisi khusus jaksa sebagai Magistraat (pejabat peradilan) yang Independen dan tidak memihak (imparsial).
Dalam konteks pentingnya reformasi kepegawaian jaksa untuk memperkuat prinsip negara hukum dalam sistem peradilan pidana, Kejaksaan RI dapat belajar dari Kejaksaan Korea Selatan sebagai negara di Kawasan Asia yang sama-sama menerapkan sistem civil law inquisitorial dan juga memiliki pengalaman politik kenegaraan yang mirip, sama sama pernah dipimpin oleh rezim militer.
Reformasi kepegawaian jaksa untuk mendukung fungsinya dalam sistem peradilan merupakan salah satu kunci utama dalam memberantas kejahatan dengan tetap menjamin prinsip negara hukum dan menjaga keadilan.
Hal ini dibuktikan oleh Korea Selatan melalui penerapan sistem kepegawaian jaksa yang baik dan terstruktur, menekankan pentingnya independensi dan imparsialitas jaksa dalam menjalankan tugasnya. Ini secara tegas dapat dibaca dalam misi mereka yakni menegakkan hukum dan ketertiban dalam masyarakat Korea, serta melindungi masyarakat dan keluarganya dari segala bentuk kejahatan.
Selain juga Kejaksaan Korea memiliki komitmen untuk menegakkan prinsip negara hukum dengan menjaga kebebasan dan demokrasi masyarakat Korea, dan melindungi kelompok minoritas yang secara sosial rentan.
Keterlibatan peran jaksa dalam sistem hukum Korea Selatan, seperti yang dapat kita saksikan dalam berbagai produksi film dan drama Korea bertema hukum dan kriminal, menggambarkan betapa krusialnya peran mereka dalam proses peradilan pidana.
Jaksa tidak hanya berperan dalam investigasi kejahatan dan penuntutan pidana, tetapi juga memiliki peran penting dalam mengarahkan dan mengawasi petugas polisi, mengajukan permintaan penetapan ke pengadilan, serta mengarahkan dan mengawasi eksekusi putusan.
Khusus kejahatan tertentu, seperti korupsi oleh pejabat tingkat tinggi, kejahatan ekonomi, bahkan kasus obstruction of justice dan kejahatan yang dilakukan oleh petugas polisi, dapat langsung ditangani oleh jaksa dengan memulai penyidikan dengan atau tanpa laporan dari korban.
Prosedur pengangkatan jaksa baru melibatkan beberapa tahap, mulai dari pengajuan lamaran hingga pengumuman kandidat yang berhasil. Di masa lalu, proses ini mencakup evaluasi rekam kerja, evaluasi kompetensi, tes kepribadian, dan evaluasi kompetensi organisasi.
Namun, dengan perbaikan terbaru, prosedur ini telah disederhanakan untuk meningkatkan fokus pada kompetensi utama yang diperlukan untuk menjalankan tugas sebagai jaksa.