Namun, tingginya mobilitas ini menjadi persoalan serius karena tidak sampai 30 persen yang menggunakan transportasi umum atau lebih 70 persen memilih menggunakan kendaraan bermotor pribadi.
Dampaknya, kemacetan di Jakarta dan wilayah sekitarnya semakin tinggi dan melahirkan berbagai dampak baru yaitu kerugian ekonomi dan pencemaran udara yang kesemuanya itu menurunkan kualitas dan produktivitas warga Jabodetabek.
“Kita harus pastikan RUU DKJ ini menjadi daya dorong yang efektif untuk membuat sebanyak mungkin mobilitas di kawasan aglomerasi menggunakan transportasi publik,” ujar Fahira.
Oleh karenanya, ungkapna, sistem transportasi publik setidaknya di Bodetabek bisa setara seperti yang saat ini sudah ada di Jakarta. Sehingga ke depan Jakarta bisa memainkan perannya sebagai kota global.
“Sementara kota sekitarnya bisa berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan keuangan, serta kegiatan bisnis nasional, regional, dan global,” pungkas Fahira Idris.
Sebagai informasi, dalam RUU DKJ, Kawasan Aglomerasi mencakup minimal wilayah Provinsi DKJ, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.[***]