Erna mengatakan KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 per 3 November pada tahun yang sama atau lebih dari sepekan setelah menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
“Jadi, KPU melakukan pendaftaran pada tanggal 25 dan 27 Oktober 2024. Sementara atas hasil dari putusan dari Mahkamah Konstitusi ini, KPU kemudian merubah menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023, pada tanggal 3 November 2024. Artinya mekanisme atau proses pendaftaran dan penetapan capres dan cawapres itu, itu dilakukan melanggar hukum atau cacat hukum,” kata dia.
“Kami dari Tim Perjuangan Proses Hukum Pemilu, dalam hal ini melihat bahwa praktik-praktik seperti ini, ini tidak bisa terjadi lagi di kemudian hari karena nanti tahun ini kita juga akan melaksanakan pilkada atau pilgub,” ujarnya.
Setidaknya, tim PDI memohonkan empat hal diputuskan pengadilan ketika menggugat KPU ke PTUN pada Selasa ini.
Tim PDI meminta pengadilan memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya.
“Memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024,” kata Erna.
Kemudian Tim PDI meminta PTUN memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apa pun sampai keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Dalam pokok permohonan, kami meminta bahwa majelis hakim nanti akan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Menyatakan batal keputusan Nomor 360, keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya,” kata Erna.
“Memerintahkan tergugat untuk mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya serta yang terakhir adalah memerintahkan tergugat untuk melakukan tindakan, mencabut dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU nomor 360 tahun 2024,” kata dia.