“Kita rindu Presiden Soekarno yang bisa membentuk serta memimpin negara negara gerakan non blok. Nah, sekarang kok merasa banyak tekanan harus normalisasi hubungan diplomatik? Sekala prioritas apa yang menjadi keharusan? Indonesia negara hebat dan besar, apakah harus takut dengan tekanan sehingga harus normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Kan tidak,” tegas Habib Syakur.
Dari pada sibuk memikirkan hubungan diplomatik, Habib Syakur menilai lebih baik Indonesia fokus membenahi hubungan antar-umat beragama, dan menjaga perdamaian untuk kemanusiaan. Karena banyak permasalahan yang menyebabkan disharmonisasi kebangsaan.
Bagi Habib Syakur, Indonesia wajib membantu upaya kemerdekaan Palestina. Tapi antara Israel dan Palestina memang tak bisa disatukan.
“Kalau Indonesia memikirkan dua negara ini (Palestina dan Israel) sama-sama merdeka, maka itu tidak mencerminkan etika keindonesiaan dan peradaban luhur bangsa,” lanjutnya.
Alih-alih tertekan, Indonesia harus memegang prinsip politik luar negeri bebas aktif, sehingga tak boleh ada yang menekan apalagi memaksa sikap Indonesia, termasuk terhadap Israel.
“Maka ngapain meresa tertekan, karena Indonesia negara besar dan hebat. Indonesia berhak memutuskan apa pun dengan politik luar negeri bebas aktif. Tak perlu merasa tertekan,” tegas Habib Syakur.