Selain tingginya curah hujan, kata Toni, meningkatnya debit air sungai Cikiara turut menyebabkab robohnya jembatan yang bagi warga kedua desa itu penting sebagai penunjang sarana transportasi antar desa.
“Pondasi jembatan terkikis oleh air sungai yang meluap sehingga ambruk,” ungkapnya.
Pasca robohnya jembatan, warga pun bergotong royong untuk membangun jembatan darurat. Hal ini untuk memfasilitasi mobilitas warga antar dua desa.
“Jembatan darurat dibuat agar dapat dilintasi oleh pejalan kaki dan kendaraan roda dua,” jelasnya.
Saatini, Pemerintah Desa (Pemdes) Purwaraharaja masih melakukan pendataan dan penilaian, terkait kerugian materi akibat bencana.