“Terjadinya kecelakaan ini karena apa?
Apa (karena) rem-nya blong, atau supirnya ngantuk atau apa. Kalau Rem blong, berarti dia memeriksakan enggak kendaraannya. Sesuai standart SOP gak waktu dia jalan. Jadi jangan digeneralisir,” kata dia.
“Ketika supirnya ngantuk, mungkin dia sudah jalan kemarin, beban (waktu menjadikannya kurang prima), karena dia jalan lagi,” sambung dia.
Kemudian, bagi perusahaan transportasi, semestinya ia harus memelihara secara teratur dan memperbaiki berbagai hal teknis. Selanjutnya, untuk para petugas, mereka harus disiplin melakukan inspeksi kelayakan kendaraan dan operatornya.
“Nah, bagaimana pengawasan dilapangan (petugas) kerja untuk ini enggak. Makanya, tidak hanya menghukum supirnya. (Nasib) Supirnya juga bermasalah. Kasihan keluarganya, mungkin dia juga punya anak, akibat kecelakaan yang mungkin saja bukan hanya kesalahannya dia saja. Kan kalau mobil blong bukang salah dia. Pemiliknya yang tidak cek, kenapa tidak dicek, ya mungkin karena pengawasannya kurang ketat,” kata dia.
“Kalau ada hal-hal seperti ini, saya kira dari pihak-pihak terkait, dari instansi terkait, betul-betul melakukan pengecekan itu. Apa sebenarnya yang terjadi?, Jadi bukan hanya supirnya dianggap lalai / kealpaan, sehingga dia dipidana. Tetapi, ini kenapa sampai terjadi. Kalau memang ini (terjadi) karena (kesalahan) harus di sanksi (perusahaannya) cabut izinnya. Kalau ini diluar negeri, (seperti) di jepang itu ketika ada sesuatu kecelakaan, pejabat instansi ini mundur. Kenapa, karena tanggung jawab moril tadi. Tetapi kita tidak sampai kesana lah,” ujar dia.