“Faktanya, ketika Connie membawa-bawa nama tokoh tersebut, semuanya membantah dan berakhir dilaporkan ke polisi atas dugaan pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik,” jelas R Haidar Alwi.
Selain itu, R Haidar Alwi melihat usulan Connie menempatkan Polri di bawah kementerian cenderung bermuatan politis. Meskipun bukan usulan baru, ia menduga usulan kali ini ada hubungannya dengan Pemilu 2024.
“Usulan yang kental akan muatan politis dari sebagian pihak yang masih belum move on dari kekalahan mereka dalam Pilpres 2024. Pihak yang percaya Polri tidak netral dan terlibat dalam kecurangan Pemilu walaupun tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi,” tutur R Haidar Alwi.
Sebagaimana diketahui, sempat muncul tuduhan ketidaknetralan Polri dalam Pilpres 2024 lalu. Kedudukan Polri yang berada langsung di bawah Presiden memunculkan tuduhan penyalahgunaan Polri sebagai instrumen pemenangan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi. Namun tuduhan tersebut gugur karena tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi.
“Nah, Connie merupakan salah satu sosok yang aktif melontarkan narasi kecurangan Pemilu dan dugaan ketidaknetralan Polri,” imbuh R Haidar Alwi.
Presiden Haidar Alwi Care (HAC) itu tidak heran bila Connie melontarkan narasi demikian. Sebab, menurut R Haidar Alwi, dalam Pilpres 2024 Connie merupakan pendukung Ganjar-Mahfud yang bersuara melalui titel “Pengamat dan Akademisi-nya”. Makanya, kini PDI Perjuangan meminta agar kasus Connie dihentikan.
Kalaupun dibantah, pernyataan-pernyataan Connie mencerminkan bahwa yang bersangkutan adalah sosok yang kontra dengan pemerintahan Presiden Jokowi dan Prabowo-Gibran.
“Jadi, ada semacam dendam atau trauma politik dari kekalahan di Pilpres 2024 sehingga muncul pikiran-pikiran untuk melemahkan institusi Polri,” ujar R Haidar Alwi.
Dengan kedudukan yang saat ini bersifat terpusat berada di bawah Presiden, Polri terus menunjukkan kinerja yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari tingginya tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri di angka 76,4 persen versi Indikator Politik dan 87,8 persen versi Litbang Kompas akhir tahun 2023.
Keberhasilan Polri yang paling mencolok, kata R Haidar Alwi, tercermin dari Pemilu 2024 yang berjalan aman dan damai dibanding 2019 yang berdarah-darah karena diwarnai kerusuhan yang menelan korban jiwa dan penangkapan aktivis, mahasiswa maupun masyarakat. Padahal, dengan adanya tiga pasangan calon di 2024 kemungkinan masyarakat terkotak-kotak menjadi semakin banyak.
Akan tetapi, apa yang dikhawatirkan pernah terjadi di Pemilu 2019, ternyata tidak terjadi di Pemilu 2024. Berkat keberhasilan Polri menjadi perekat bangsa yang multi-etnis, multi-kultural dan multi-religius, peredam gejolak sosial, pembendung polarisasi saat Pemilu serta penumpas intoleransi dan terorisme.
“Kedudukan Polri di bawah Presiden seperti sekarang sudah sangat ideal untuk Indonesia. Tidak perlu meniru negara lain karena kita punya jatidiri bangsa. Sebagai institusi yang melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat Indonesia, seharusnya Polri diperkuat lagi, bukan malah dilemahkan,” pungkas R Haidar Alwi.