“Masalah air tidak hanya menjadi perhatian profesional dan akademis, tetapi juga membutuhkan kepemimpinan kuat dari para pengambil kebijakan. Air bersifat politis,” ujar Menteri Tito.
Menteri Tito mengajak para delegasi untuk menjadikan Forum Air Dunia ke-10 sebagai mercusuar yang memandu jalan menuju kerja sama yang inklusif, berdampak, dan saling menguntungkan untuk melindungi generasi mendatang.
Sesi Ministerial Meeting pada hari pertama (Senin, 20/5) diisi dengan serangkaian pernyataan dari berbagai negara peserta, yang disampaikan oleh Delegasi dari Kenya, Tanzania, Namibia, Arab Saudi, Tiongkok, Finlandia, Brunei Darussalam, Albania, Singapura, Irak, Spanyol, Sri Lanka, Mesir, Aljazair, Hungaria, Turkiye, Polandia, dan Iran. Masing-masing delegasi memberikan pandangannya terkait tantangan dan solusi pengelolaan air di negara masing-masing.
Selain itu, perwakilan dari organisasi internasional yaitu UNESCO, UNDRR, dan UNDP, juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangan mengenai isu air di dunia, pada hari pertama. Selanjutnya Sesi Kedua (Selasa, 21/5) delegasi negara lainnya dijadwalkan akan menyampaikan country statament bersama dengan berbagai organisasi internasional yang telah haditr pada WWF ke 10.
Forum ini akan menghasilkan Ministerial Declaration sebagai output utama yang disertai dengan concrete deliverables (projects, initiatives, joint actions). Dalam proses penyusunan Ministerial Declaration tersebut, Indonesia menyampaikan 3 (tiga) usulan yaitu pendirian Centre of Excellence on Water and Climate Resilience (COE); pengarusutamaan Integrated Water Resources Management (IWRM) on Small Islands; dan penetapan World Lake Day. (TM).