Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu membeberkan sejumlah kasus hukum yang dinilai sebagai bentuk manipulasi.
Diantara, soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90 yang mengubah syarat pendafatran Capres-Cawapres pada Pilpres 2024. Kemudian apa yang terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu yang tak menegakan hukum seusai aturan.
“Ini, padahal hukum dan hukum, ini kejadian di MK, di KPK, terus di KPU. Heran saya KPU, kok enggak ngerti saya, kok bisa nurut, padahal Komisi Pemilihan Umum. Padahal harusnya dia pasti Luber, pasti Jurdil, jadi apa netral, eh enggak, pusing dah,” ujar Megawati.
“Bawaslu, mana saya dengar semprit, tidak ada. Kan mestinya semprit tuh keras banget kan, prit, prat, prit, apalagi yang kemarin (Pilpres 2024), mestinya prat, prit, enggak ada. Sepi, sunyi, sendiri,” sambung putri Proklamator RI Bung Karno ini.
Megawati juga menyinggung kasus hukum lain yang dinilai tidak menciptakan rasa keadilan bagi rakyat. Yakni, kasus yang menimpa aktivis lingkungan di Pulau Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan (50).
Dimana, menurut Megawati, Daniel yang menyerukan soal kerusakan lingkungan di pulau tersebut, justru dihukum penjara karena dinilai menyeberkan kebohongan.
“Saya bilang, ini apa benar sih, seperti yang saya bilang tadi, hukum vs hukum. Dianya yang benar-benar aktivis lingkungan, katanya dibilang dia bohong. Loh kan gampang, itu yang tadi saya bilang, pembuktian itu kan juga sering dipalsukan, akhirnya toh ya bebas,” kata Megawati.
“Saya bilang ke para penegak hukum, bebaskan dia, gimana sih, kaya apa nanti yang namamya pecinta lingkungan segala, justru versus yang merusak umpamanya mereka merusak hutan, malah yang ditangkep yang membela,” pungkasnya.