Bahkan, lanjut Haidar, narasi yang beredar juga membanding-bandingkan sosok Kapolri Jenderal Listyo Sigit dengan Kapolri Jenderal Hoegeng.
“Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo disebut tidak bernyali mengusut Kasus Vina Cirebon. Sedangkan Kapolri Jenderal Hoegeng dinilai rela mempertaruhkan jabatannya demi pengusutan Kasus Sum Kuning,” ujar Haidar
Haidar menegaskan, Jenderal Hoegeng kehilangan jabatannya bukan semata-mata karena Kasus Sum Kuning, melainkan karena ketidakharmonisan hubungan antara Hoegeng dengan Soeharto jauh sebelum Hoegeng menjadi Kapolri dan Soeharto menjadi Presiden.
Menurut Haidar, ada pertentangan antara prinsip ketegasan dan kejujuran Hoegeng dengan Soeharto dalam kasus penyelundupan tekstil yang menyeret Ibu Tien dan kasus penyelundupan mobil mewah yang menyeret Robby Tjahjadi.
“Pertentangan prinsip itu melahirkan ketidakharmonisan yang berimbas pada penanganan Kasus Sum Kuning yang dioper ke lembaga lain. Akhirnya, Kapolri Jenderal Hoegeng kehilangan jabatannya dan ketidakharmonisan itu berlanjut bahkan setelah Jenderal Hoegeng tidak lagi menjabat sebagai Kapolri,” beberapa Haidar.
Haidar pun berkesimpulan, Kapolri Jenderal Hoegeng kehilangan jabatannya bukan Kasus Sum Kuning, tapi karena tidak harmonis dengan Presiden Soeharto.
“Kalau di Kasus Vina Cirebon, Kapolri Jenderal Listyo Sigit dan Presiden Jokowi sangat harmonis dan tidak ada masalah. Keduanya punya komitmen yang sama dalam penegakan hukum,” pungkas Haidar Alwi.