“Investasi yang masuk ke Indonesia, meskipun besar, tidak membuat pertumbuhan ekonomi kita tumbuh kencang. Ini adalah fakta yang terjadi sejak era tahun 2014 sampai 2023,” jelasnya.
Ia menyoroti bahwa banyak investor yang masuk ke Indonesia membawa miliaran dolar, namun investasi tersebut tidak membuka lapangan kerja secara signifikan karena lebih banyak berfokus pada sektor padat modal.
“Investasi di sektor seperti smelter, pabrik baterai, dan pabrik mobil tidak membutuhkan banyak pekerja karena menggunakan teknologi canggih dan robot, sehingga lapangan pekerjaan tidak banyak terbuka,” tambah Hj. Nevi Zuairina.
Hj. Nevi Zuairina meminta pemerintah untuk membuka data mengenai porsi investasi yang masuk untuk program padat karya dan padat modal, serta seberapa banyak investasi yang sudah benar-benar membuka lapangan kerja untuk rakyat Indonesia.
“Kita perlu transparansi dari pemerintah terkait hal ini untuk memastikan investasi yang masuk benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah cenderung melupakan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja baru, seperti industri tekstil, sepatu, dan mebel. “Industri ini memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan mengkapitalisasi PDB,” tambahnya.
Hj. Nevi Zuairina mengakhiri dengan menekankan pentingnya dukungan menyeluruh terhadap UMKM dan industri padat karya untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kita harus memastikan bahwa kebijakan investasi dan insentif fiskal benar-benar bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama dalam menciptakan lapangan kerja baru,” pungkasnya. (Ridwan-OTN)