Toh, lanjut Usman, Hasto dipanggil kepolisian atas dugaan penghasutan yang menimbulkan keonaran seperti tertuang dalam Pasal 160 KUHP.
Menurutnya, pasal yang membuat Hasto diperiksa di Polda Metro Jaya adalah aturan warisan pemerintah kolonial yang dahulu dipakai membungkam suara kritis.
“Bahkan di era pemerintahan otoriter Orde Baru, pasal ini juga dipakai untuk menjerat kalangan oposisi. Pasal ini dikenal sebagai pasal kebencian dan tidak lagi dipandang sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum, equal citizenship, kesetaraan warga, atau misalnya human dignity, penghormatan terhadap martabat manusia, dan juga prinsip-prinsip lainnya,” ujar Usman.
Sementara itu, kata dia, Hasto ketika menjalani klarifikasi di KPK diperiksa terhadap kasus yang sudah lama terjadi, yakni pergantian antarwaktu pada 2019.
“Dalam pemanggilan KPK, Hasto diperiksa atas tuduhan suap dalam kasus tuduhan suap terkait pergantian antarwaktu dalam pemilu legislatif pada tahun 2019. Dan selain diperiksa, staf Hasto (Kusnadi, red) tiba-tiba tanpa due process of law, dijebak, kemudian disita handphonenya tanpa proses hukum yang benar, dan seolah terdapat bukti pidana di dalam pernyataan atau di dalam tindakan-tindakan hukum yang sulit untuk dipertanggungjawabkan itu,” ujar Usman.
Adapun, acara FGD turut dihadiri politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu, pengamat politik Saiful Huda EMS, dan Mantan Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma.
Eks Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, pakar hukum pidana Maqdir Ismail, pakar politik Ikrar Nusa Bhakti, dan mantan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam juga hadir dalam FGD tersebut.