“Masih ada saudara-saudara kita yang posisinya tidak bisa dinaikkan ke atas kira-kira begitu, kira-kira ada lansia dan disabilitas permanen itu juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan diberikan santunan secara permanen juga. Ini menjadi tantangan kita,” ungkap Katiman.
Sejalan dengan itu, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri Chaerul Dwi Sapta mengatakan, selain memanfaatkan bonus demografi dan kolaborasi lintas lembaga, penanganan kemiskinan ekstrem juga perlu dimulai dari sinkronisasi perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Tentunya perencanaan pembangunan yang terkoordinir, terintegrasi, dan terkonsolidasi dengan baik, dengan perencanaan Musrenbangdes, Musrenbangda, dan Musrenbangnas [akan mengoptimalkan program kegiatan] dalam rangka penanggulangan kemiskinan ekstrem yang terjadi berdasarkan target yang akan kita capai,” jelasnya.
Di lain pihak, Guru Besar Universitas Padjadjaran Nunung Nurwanti mengingatkan, kemiskinan bila tidak diatasi dengan cepat akan memicu timbulnya permasalahan lain. Ini seperti munculnya konflik, tindakan kriminal, hingga berdampak terhadap masalah kesehatan seperti tingginya angka stunting.
Menurutnya, upaya pengentasan kemiskinan harus disesuaikan dengan faktor penyebabnya, sehingga hasilnya akan lebih efektif.
“Itulah yang harus kita soroti tadi kemiskinan itu dikatakan dimensinya mana, yang mana yang akan kita potong dulu,” pungkasnya.[***]