Menurut R Haidar Alwi, pemberantasan judi online terutama menangkap bandar besarnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, judi online yang beroperasi di Indonesia merupakan kejahatan lintas negara yang terorganisir dan dikendalikan dari luar negeri seperti Cina, Laos, Kamboja dan Myanmar.
“Di negara-negara tersebut, judi online adalah sesuatu yang legal dan tidak melanggar hukum. Sementara di Indonesia judi online termasuk dalam tindak pidana. Perbedaan hukum inilah yang kemudian membuat bandar besar judi online sulit ditangkap,” jelas R Haidar Alwi.
Kalaupun bandar besarnya adalah warga Indonesia yang berada di luar negeri, Polri tidak bisa serta-merta meminta bantuan aparat setempat untuk menangkap dan memulangkan pelaku. Pasalnya, untuk ekstradisi pun harus memenuhi syarat ‘double criminality’, yaitu di Indonesia kejahatan dan di negara lain juga kejahatan. Apalagi kalau tidak ada kerjasama sama sekali. Baik bilateral maupun multilateral. Hukum Indonesia tidak bisa menjangkaunya.
“Makanya bandar-bandar besar itu adanya di luar negeri. Yang di Indonesia mayoritas korban dan operator, bandar besarnya sedikit. Ada yang sudah ditangkap dan ada yang belum. Untuk menangkapnya tidak bisa katanya-katanya, ada sekian nama si-A, si-B dan lain-lain. Perlu penyelidikan dan bukti yang kuat yang mengarah kepada bandar besar tersebut,” pungkas R Haidar Alwi.