“Tanpa peristiwa 27 Juli 1996, mungkin tidak akan ada reformasi 1997-1998; mungkin tidak akan ada pemilihan presiden secara langsung, tidak ada kesempatan buat seseorang bermimpi menjadi pejabat tinggi walau dari keluarga sederhana,” tandas Bonnie.
Tampak hadir dan menyaksikan teatrikal peristiwa Kudatuli diantaranya Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Adhie dan Sadarestuwati, Wakil Bendahara PDIP Yuke Yurike serta jajaran Ketua DPP PDIP seperti Ganjar Pranowo, Yasonna Laoly, Ribka Tjiptaning, Eriko Sotarduga, dan Wiryanti Sukamdani.
Ketua Umum DPP PDIP Prof. Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri pun tampak mengikuti acara ini melalui daring.
Ratusan kader partai berlambang banteng moncong putih ini pun turun menyaksikan teatrikal Kudatuli.
Sebagai informasi, saat itu massa pendukung PDI kubu Soerjadi bersama sejumlah orang yang diduga aparat, menyerang kantor DPP PDI yang diisi oleh massa pendukung PDI kubu Megawati Soekarnoputri.
Upaya penyerangan itu didukung oleh pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan kepemimpinan Megawati dari kantor pusat PDI.
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat, Jakarta Pusat.
Dari hasil penyidikan Komnas HAM, sebanyak 5 orang massa pendukung Megawati tewas, 149 orang terluka dan 23 orang hilang.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara.
Peristiwa itu pun dikenal sebagai penyerangan 27 Juli atau Kudatuli atau Sabtu Kelabu.
Dibanding tahun-tahun sebelumnya, peringatan 28 tahun peristiwa Kudatuli turut menampilkan kesenian musik yang dibawakan oleh putra aktivis Widji Thukul, Fajar Merah serta Sastrawan Amien Kamil.
Peringatan ini juga diisi dengan kegiatan tabur bunga dan doa bersama serta pidato dari Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto.