Ketahanan Pangan Nasional Mengkhawatirkan

Ketahanan Pangan Nasional Mengkhawatirkan
120x600
a

“Kenaikan harga beras yang persisten dalam 3 tahun terakhir ini memperlihatkan adanya masalah struktural yang serius. Bila di awal 2022 rata-rata harga beras tercatat hanya di kisaran Rp 11.750 per kg, maka di awal 2023 merangkak naik di kisaran Rp 12.650 per kg, di awal 2024 mencapai di Rp 14.550 per kg, dan kini di pertengahan 2024 telah mencapai kisaran Rp15.350 per kg,” ujar Yusuf.

Menurut Yusuf, tingginya harga beras saat ini memang sebagian didorong oleh turunnya pasokan pasca el-nino menerjang Juni 2023 – Juni 2024. Namun masalah dalam kapasitas produksi beras nasional kita tidak hanya terkait iklim dan cuaca yang tidak bersahabat saja, namun juga minimnya ketersediaan pupuk, jumlah petani yang semakin menurun dan menua, hingga alih fungsi sawah yang semakin tidak terkendali.

“Faktor paling mendasar dalam penurunan produksi beras nasional yang menyebabkan impor terbesar di tahun ini adalah alih fungsi lahan sawah yang terus terjadi secara masif, termasuk yang disebabkan oleh proyek strategis nasional (PSN), terutama di Jawa,” ungkap Yusuf.

Alih fungsi lahan sawah yang terus terjadi ini dikonfirmasi oleh luas lahan panen padi nasional yang konsisten menurun dalam enam tahun terakhir. “Pada tahun 2018 luas lahan panen padi di Indonesia mencapai 11,38 juta hektar. Namun, pada tahun 2023, luas tersebut hanya tersisa 10,21 juta hektar, turun sebesar 10,28% selama enam tahun terakhir. Penurunan luas lahan panen padi yang konsisten ini mengindikasikan adanya sawah yang secara permanen tidak lagi menghasilkan panen karena mengalami alih fungsi lahan,” papar Yusuf.

Indikasi alih fungsi lahan sawah yang masif ini terlihat pula pada penetapan lahan sawah yang dilindungi (LSD) di delapan provinsi sentra beras yaitu Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Lihat Juga :  Impor Beras Saat Panen Raya Bisa Ganggu Mental dan Rugikan Petani

“Di delapan provinsi sentra beras ini luas lahan baku sawah (LBS) pada 2019 sekitar 3,97 juta hektar. Namun, pada tahun 2021, hanya 3,84 juta hektar sawah saja di delapan provinsi tersebut yang dapat ditetapkan menjadi LSD. Ini berarti sekitar 136 ribu hektar sawah di delapan provinsi sentra beras tersebut diduga kuat telah mengalami konversi sepanjang tahun 2019-2021,” kata Yusuf.

Yusuf menekankan bahwa melindungi lahan sawah yang tersisa, terutama di Jawa, adalah kebijakan yang tidak bisa ditawar untuk ketahanan pangan di masa depan. “Kebijakan membuka lahan sawah baru di luar Jawa, termasuk food estate, sebagai kompensasi atas hilangnya sawah di Jawa, adalah kebijakan yang salah arah, mahal, dan berisiko sangat tinggi untuk ketahanan pangan kita.”

“Mempertahankan sawah dan mendorong usaha pertanian rakyat berbasis keluarga (family farming) di Jawa adalah krusial untuk memastikan ketahanan pangan kita di masa depan, bukan dengan food estate yang mahal dan berisiko tinggi gagal,” tutup Yusuf. [***]

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

f j