“Yudian Wahyudi seharusnya memahami bahwa tindakan seperti ini adalah bentuk pelecehan terhadap agama Islam dan bertentangan dengan semangat kebhinekaan serta toleransi yang dijunjung tinggi oleh bangsa ini,” lanjut Fahrus.
“Yudian harus bertanggung jawab atas pernyataannya, tidak hanya dengan mundur dari jabatannya, tetapi juga menghadapi konsekuensi hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” lanjut dia.
Seruan untuk menindak tegas Yudian Wahyudi ini bukan hanya datang dari MN KAHMI, tetapi juga dari berbagai elemen masyarakat yang menginginkan agar BPIP tetap menjadi lembaga yang benar-benar berfungsi dalam menjaga nilai-nilai Pancasila, bukan sebaliknya.
Masyarakat dan tokoh-tokoh agama menyerukan agar Yudian tidak hanya mundur dari jabatannya, tetapi juga diproses hukum.
“Jika hal ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi bangsa ini. Komunisme bisa saja menyusup ke dalam lembaga-lembaga negara, termasuk yang seharusnya menjaga nilai-nilai luhur Pancasila,” tambah Aktifis 98 ini.
Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa pengawasan dan kewaspadaan terhadap ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila harus ditingkatkan.
Tidak ada tempat bagi komunisme dan ideologi lain yang bertentangan dengan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
Masyarakat Indonesia kini menunggu langkah tegas dari pihak berwenang dalam menindaklanjuti kasus ini, demi menjaga integritas dan nilai-nilai luhur yang menjadi dasar negara.[***]