“Menjadikan rakyat diam, takut, bungkam. Yang di dalam teater of the oppresor ini berisi kisah drama korea tentang pembungkaman, penipuan, politisasi hukum, dan berbagai macam intrik kekuasaan,” tuturnya.
Menurutnya, hal tersebut telah menghacurkan teater of the oppress yang ditorehkan Bung Karno.
Ia juga mengingatkan relevansi gagasan marhaenisme.
“Dalam konteks ini, Bung Karno menempatkan pandangan dan gagasan dari mereka yang dilumpuhkan, tertindas, tidak mendapat ruang bagi perjuangan ketika bicara tentang marhaen dan marhaenisme,” kata dia.
Ia juga mengutip Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri yang menyatakan kelas atau kekuatan sosial di Indonesia tidak bisa berkembang dalam fondasi imperialisme yang berakibat sulitnya membangun bangsa.
Akan tetapi, ia melanjutkan kutipannya dengan pernyataan Bung Karno terkait kemerdekaan yang bisa membuat bangsa kuat dan cerdas dalam gagasan marharnisme.
“Kalau kata Bung Karno, hanya kemerdekaan sebagai awal membuat bangsa kita menjadi sehat, kuat, cerdas, abadi. Dalam konteks saat ini kita kembali lah pada gagasan marhaen dan marhaenisme untuk memperjuangkan demokrasi,” tandasnya.