“Kewajiban FPKM menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan kesejahteraan di daerah perkebunan dan menjaga hubungan yang harmonis antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar kebun dengan tetap memperhatikan profitas dan keuntungan perusahaan. Lebih lanjut kewajiban FPKM diatur dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomot 18 Tahun 2021,” terangnya.
Mayheldi mengajak seluruh pihak mempedomani aturan atau regulasi terkait dengan perizinan perkebunan dan FPKM sesuai dengan kewenangan masing-masing agar persoalan ini dapat terealisasi seluruhnya.
“Melalui forum diskusi ini diharapkan seluruh pihak terkait dapat menyampaikan permasalahan, kendala, hambatan serta upaya yang sepatutnya dilakukan sesuai kewenangan masing-masing, sehingga ada titik temu dari perselisihan antara PT LIN dengan Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali,” harapnya.
Sementara itu, Pimpinan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyebut, kedatangannya ke Sumbar adalah menindaklanjuti rapat beberapa Minggu lalu bersama jajaran Asisten dan Perwakilan Kantor Ombudsman di Sumbar, terkait munculnya di media sosial kasus yang dialami oleh KPP MAK dengan PT LIN.
“Sebetulnya, permasalahan ini belum ada laporan dari masyarakat, tetapi kami menanggapi keresahan sosial terkait permasalah yang ditangkap dari media. Kalau permasalah ini tidak cepat diantisipasi, khawatirnya akan menjadi konflik bagi kita semuanya,” kata Yeka.
Oleh sebab itu, sebelum permasalahan itu terjadi, Ombudsman berinisiatif melakukan diskusi, dalam agenda pertama mendengarkan pandangan dari semua pihak, terutama dari Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali dan PT LIN.
“Wabilkhusus saya juga ingin mendengarkan dari Kementerian Pertanian terkait masalah ini. Karena konflik ini bermuara dari pelaksanaan aturan Permentan terhadap kewajiban membangun plasma 20 persen. Oleh karena penting bagi kami regulasi terkait persolan penyediaan lahan bagi masyarakat agar dapat dilayani lebih baik lagi,” pintanya. (Rds)