Baiklah, akan coba saya uraikan jawaban untuk oknum kyai tersebut agar kita bisa berpikir jernih…!!
Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang/1767-1852) dan dibantu oleh gurunya yang kemudian dijadikan menantunya yaitu Sayid Umar bin Muhammad Assegaf mengobarkan perang melawan Belanda dan Inggris di Palembang.
Sang Sultan dan Sang Sayid beserta keluarga besarnya pun ditangkap dan diasingkan ke Ternate sampai wafat. Kelak Sayid Abdullah bin Umar Assegaf juga diasingkan ke Tondano Sulawesi karena melawan kolonial.
Ketika pecah Perang Jawa (1825-1830) yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro terdapat banyak Sadah Alawi yang berada di barisan Diponegoro.
Diantaranya Sayid Hasan bin Alwi Baabud yang menjadi komandan Resimen lalu mendapat gelar Tumenggung Samparwadi. Ayahnya Sayid Alwi datang dari Hadramaut.
Dan di antara Sadah Alawi yang berjuang bersama Diponegoro adalah Sayid Husin bin Yahya, Sayid Usman bin Yahya, Sayid Umar bin Abdurrahim Basyaiban atau Raden Sutodono, Sayid Awud bin Husin bin Yahya atau Raden Aryo Diwiryo. Kesemuanya di Wonosobo. Dan banyak para Sayid yang rela mengganti namanya menjadi nama Jawa, agar tidak ditangkap oleh Belanda.
Dan banyak kisah para Sayid dari klan bin Yahya, Baabud, Basyaiban, Bafaqih dan lain-lainnya yang berada dalam barisan Diponegoro. Dan tetap menentang kolonialisme meski dalam skala yang lebih kecil. Terlalu panjang jika diuraikan.
Dalam dokumen Belanda disebut seorang bernama Sayid Muhammad. Dari Hadramaut beliau ke Mekah lalu ke Aceh dan masuk ke Jawa mengobarkan perlawanan dan ditangkap tahun 1815, dan diasingkan tanpa diketahui makamnya.
Ia dijuluki Sayid Muhammad Kramat. Bahkan dalam laporan disebut, perlawanannya terhadap kolonial, menjadi inspirasi bagi Pangeran Diponegoro dalam mengobarkan perang Jawa.
Di Aceh terkenal nama Sayid Mahmud yang menentang kolonial. Saking sulitnya dideteksi karena bergerilya keluar masuk hutan, menyebabkan Belanda mengirim mata mata yang lalu bisa di lukis oleh intelejen Belanda tersebut di tahun 1883.
Ia dijuluki Sayid Kramat. Dan juga ada Sayid Abdullah Alatas yang dijuluki Tengku Panglima dalam perang Aceh tahun 1871.
Ia terkenal karena mencari senjata senjata untuk berperang melawan kolonial. Serta tentu saja kisah yang sudah terkenal Sayid Abdurrahman Azzahir dalam perang Aceh.
Di tahun 1900-an banyak Sayid yang dipenjara karena melawan kolonial. Diantaranya Sayid Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor), Sayid Salim bin Jindan (Jakarta), Sayid Ali Kwitang, dan masih banyak lagi.
Tahun 1943 Sayid Shaleh Alaydrus (Kubu) diculik oleh Jepang lalu dihukum mati karena menentang penjajahan Jepang di Kalimantan Barat. Hingga kini jasadnya belum diketahui.
Tahun 1944 Sultan Syarif Muhammad Al Kadri (Pontianak) beserta keluarga dan pengikutnya dibunuh oleh tentara Jepang karena mengobarkan perlawanan.
Ketika tahun 1948 pecah perang di Semarang dalam agresi militer ke-2 Belanda, telah gugur Sayid Umar bin Abdillah Assegaf dan dimakamkan di taman makam Pahlawan di Semarang.
Dalam agresi 1948 tersebut ada seorang Sayid, bernama Husin bin Salim Al Muthahar yang sangat di percaya oleh Presiden Soekarno untuk menyelamatkan bendera pusaka.
Dengan bertaruh nyawa karena diincar Belanda, maka bendera dibawanya dengan hati hati agar tidak jatuh ke tangan Belanda. Karena bendera adalah simbol kehormatan negara.
Untuk mengelabui Belanda, maka Sayid Husin membuka jahitan bendera menjadi dua, hingga terlihat seperti kain berwarna merah dan putih agar tidak diketahui oleh Belanda.
Kelak Sayid Husin terkenal sebagai pengarang banyak lagu-lagu kebangsaan seperti lagu Syukur, Hari Merdeka, Diragahayu Indonesia-ku dan lain lain.
Belum lagi Sayid Idrus bin Salim Al Jufri (Palu) dan Sayid Muhsin bin Abdullah Assegaf (Solo) yang menulis syair tentang kemerdekaan Indonesia.
Dan masih banyak peran para Sayid dalam perang fisik melawan penjajah. Jika ada nama yang belum disebut silahkan tambahkan nama-nama pejuang dari sadah Alawi…terima kasih !!
Dan untuk oknum kyai tersebut, saya hanya bisa bertanya ‘Ente sudah buat apa untuk negeri ini?
Maaf, ente hanya bisa bikin keributan, fitnah, adu domba, dan menebar kebencian dengan modus SARA (Suku Agama Ras). Ente tak ubahnya duri dalam daging persatuan NKRI !!
Saya tak peduli orang percaya atau tidak sama nasab saya. Percaya silahkan, tidak percaya silahkan. Jika ada oknum sayid yang berbuat buruk jangan digeneralisir semua buruk. Jika saya berbuat buruk, maka jangan disamakan semua sayid buruk seperti saya.
Ambil yang baik dan tinggalkan segala fitnah,kebencian dan adu domba. Jaga NKRI ini dengan akal, hati, perbuatan dan doa doa kita.
Mudah-mudajan Allah SWT memberikan kepada kita hidayah dan hati yang bersih agar kita selamat di dunia dan akhirat. Aamin
Nb : Memiliki hati yang bersih seperti menghirup udara segar di pegunungan dan menjadi sebab sehatnya akal,hati dan badan. Hati yang buruk ibarat menghirup polusi udara dan berpotensi merusak badan. Semoga bermanfaat.