JAKARTA, OTONOMINEWS.ID – Pengamat politik yakni Prof. Ikrar Nusa Bhakti dan Ujang Komarudin menilai bahwa DPR tidak bisa mengubah aturan dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang memiliki sifat final and binding.
Hal tersebut disampaikan kedua pengamat politik tersebut saat menjadi narasumber dalam diskusi publik bertemakan ‘Siapa Layak Pimpin Jakarta?’ yang digelar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jakarta, Rabu (21/08/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Ujang kemudian menyoroti hasil sidang Baleg DPR yang mengubah putusan MK terkait syarat batas usia calon kepala daerah serta syarat pengajuan calon.
“MK telah memutuskan di tahun 2018 dalam sebuah keputusannya yang mengatakan bahwa ketika ada prodak hukum lain yang bertentangan dengan MK maka disebut inkonstitusional,” jelasnya.
“Jadi ketika DPR memutuskan diluar keputusan MK, tidak ikut keputusan MK, mohon maaf, Pilkada-nya bisa tidak sah,” tegas Ujang.
Pada kesempatan tersebut, Ikrar Nusa Bhakti menyoroti soal koalisi besar KIM Plus yang mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono sebagai tindakan yang tidak lazim. Bahkan, Ia menyebutnya sebagai bagian permainan politik elit yang menciptakan ‘tirani minoritas’ dan ‘dictator mayoritas’.
“Tindakan dari KIM Plus saya kira sebagai tindakan yang tidak lazim dalam demokrasi. Buat saya itu adalah bagian dari permainan elit politik, atau yang saya menyebutnya sebagai tirani minoritas,” ujarnya.