Intoleransi dan konservatisme bukan hanya terjadi pada anak muda dan pelajar saja, di 2018 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengeluarkan hasil penelitian, bahwa 78% guru agama Islam, setuju penegakan syariat Islam, termasuk penerapan hukum rajam cambuk dan potong tangan.
Sementara dalam buku ajaran agama Islam sempat ditemukan yang mengandung intoleransi dan bernuansa kekerasan.
Ditambah lagi dengan temuan buku ajaran agama Islam yang memasukkan paham tokoh Islam dari Arab Saudi, yakni Muhammad bin Abdul Wahab yang dikenal sebagai pendiri ajaran Wahabi dalam buku ajar SMA kelas 11.
“Intoleransi lahir dari kejumawaan diri, dan tidak mau menghargai pendapat dan menganggap dirinya, keyakinannya atau golongannya paling benar. Sementara kelompok lain dianggap salah, sesat bahkan kafir,” papar Haidar Alwi.
Haidar juga mengungkapkan Intoleransi adalah buah dari kesombongan dan ketidakpedulian dengan eksistensi orang lain. Bahkan dianggap sebagai gangguan atas keyakinan dirinya.
“Sikap intoleransi yang merebak dimana-mana, Bahkan menggejala di anak muda dan pelajar Indonesia, tidak boleh dibiarkan,” tukas Haidar.
Haidar pun mengingatkan bahwa setiap orang yang hidup di negara Indonesia harus dijamin keamanannya dan terbebas dari rasa takut atas gangguan orang yang berbeda keyakinan.
R Haidar Alwi, Berharap kepada seluruh masyarakat untuk mendukung program moderasi beragama yang digaungkan oleh Haidar Alwi Care.
Haidar Alwi berharap program-program moderasi beragama, jangan hanya bergaung di elite agama saja, di ruang ruang ruang pertemuan yang mewah.
Program moderasi beragama harus menyasar kelompok-kelompok di tingkat bawah, kelompok yang rentan terjangkit intoleransi dan mudah terpapar konservatisme,” tuntas Haidar Alwi.
“Dengan demikian kita berharap intoleransi dan konservatisme agama hilang di muka bumi Indonesia dan semua orang hidup berdampingan dengan damai dan saling menghargai,” tuntas Haidar Alwi.